A. Konsep Kinerja
1.
Definisi Kinerja
Mengevaluasi
Staf Pengajar untuk Penilaian Promosi
Dan
Kondisi Pengajaran di Kelas oleh Siswa
Dosen
_____________________________ Mata Kuliah __________________________
Semester
__________________________ Tahun Akademis _______________________
Penilaian
mahasiswa yang penuh pertimbangan dapat membantu meningkatkan efektivitas
pengejaran. Kuesioner ini dirancang untuk tujuan tersebut, dan bantuan Anda
sangat dihargai. Mohon untuk tidak mencantumkan nama anda.
Gunakan
halamn belakang formulir ini untuk komentar yang mungkin ingin anda
ungkapkan.
Arahan
: Nilai dosen Anda untuk setiap hal, berikan nilai tertinggi untuk kinerja
yang luar biasa dan nilai terendah untuk kinerja yang sangat buruk
Tempatkan di bagian yang kosong sebelum setiap pernyataan penilaian yang
paling dekat menurut pandangan Anda.
Luar
Biasa Cukup Baik Sangat Buruk Tidak Tahu
7 6 5 4
3 2 1 x
________ 1.
Bagaimana Anda menilai kesesuaian antara tujuan perkuliahan dengan
tugas-tugas kuliah
________ 2.
Bagaimana Anda menilai perencanaan, pengorganisasian, dan pamanfaatan waktu
dalam kelas ?
________
3. Apakah metode dan teknik pengajaran yang digunakan oelh dosen tepat dan
efektif ?
________4. Bagaimana Anda menilai kompetensi
pembimbing dimata kuliah tersebut ?
________5.
Bagaimana Anda menilai minat dosen dalam mata kuliah tersebut ?
________6.
Apakah dosen menstimulasi dan mendorong Anda untuk berfikir dan bertanya ?
________7.
Apakah dia menerima dengan baik adanya perbedaan pendapat ?
|
________8.
Apakah dosen memiliki minat pribadi dalam membantu Anda di luar kelas ?
________9.
Bagaimana Anda menilai keadilan dan efektivitas dari penyususnan kebijakam
dan prosedur dosen ?
________ 10. Dengan
mempertimbangkan semua hal di atas, berapa nilai rata-rata dosen ini ?
________ 11. Bagaimana Anda
akan menilai dosen ini dibandingkan dengan semua dosen lainnya di
universitas ?
|
Gambar
1. [2]
Pengertian kinerja atau performance menurut
Moeheriono merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu
program kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi, dan
misi organisasi yang dituangkan melalui perencaan strategis suatu organisasi.
Kinerja dapat diketahui dan diukur jika individu atau sekelompok karyawan telah
mempunyai kriteria atau standar keberhasilan tolok ukur yang ditetapkan dalam
pengukuran, maka kinerja pada seseorang atau kinerja organisasi tidak mungkin
dapat diketahui bila tidak ada tolok ukur keberhasilannya. [3]
Berkaitan dengan individu karyawan Moeheriono
(2009:61), menyampaikan bahwa kinerja dalam menjalankan fungsinya tidak berdiri
sendiri, melainkan selalu berhubungan dengan kepuasan kerja karyawan dam
tingkat besaran imbalan yang diberikan, serta dipengaruhi oleh keterampilan,
kemampuan, dan sifat-sifat individu.[4]
Banyak faktor utama yang memengaruhi kinerja
karyawan individual-kemampuannya, usaha yang dicurahkan, dan dukungan
organisasi yang diterimanya. Sebagian unit SDM dalam organisasi ada untuk
menganalisis dan menyampaikan bidang ini. Peran yang sebenarnya dari unit SDM
dalam organisasi “seharusnya” tergantung pada apa yang diharapkan oleh
manajemen atas. Sehubungan dengan fungdi manajemen manapun, aktivitas manajemen
SDM harus dikembangkan, dievalusi dan diubah bila perlu sehingga mereka dapat
memberikan kontribusi pada kinerja kompetitif organisasi dan individu di tempat
kerja. [5]
2. Faktor
Kinerja Individual
Tiga faktor utama yang memengaruhi
bagaimana individu yang ada bekerja diilustrasikan dalam figur 4-1.
Faktor-faktor tersebut adalah : (1) kemampuan individual untuk melakukan
pekerjaan tersebut; (2) tingkat usaha yang dicurahkan, dan; (3) dukungan
organisasi. Hubungan kerja faktor ini diakui secara luas dalam literatur
manajemen sebagai: [6]
Kinerja (Performance-P) = Kemampuan
(Ability-A) x Usaha (Effort-E) x Dukungan (Support-S)
Usaha yang dicurahkan
·
Motivasi
·
Etika kerja
·
Kehadiran
·
Rancangan
tugas
Usaha
|
Kinerja individual
(termasuk kuantitas dan kualitas
|
Dukungan
Organisasional
·
Pelatihan
dan pengembangan
·
Peralatan
dan teknologi
·
Standar
kinerja
·
Manajemen
dan rekan kerja
|
Kemampuan individual
·
Bakat
·
Minat
·
Faktor
kepribadian
|
B.
Kontrak
Psikologis
Aspek hubungan dalam pekerjaan yang dicakup oleh kontrak
pskiologis dari sudut pandang karyawan meliputi:
1.
Mempercayai
manajemen organisasi untuk memegang janji mereka untuk melaksanakan
kesepakatan.
2.
Bagaimana
mereka diperlakukan dalam hal keadilan, kesamaan, dan konsistensi
3.
Keamanan
pekerjaan
4.
Kesempatan
untuk menunjukkan kompetensi
5.
Harapan
karir dan peluang untuk mengembangkan keterampilan
6.
Keterlibatan
dan pengaruh.[7]
Kegunaan
Kontrak Psikologis
Kontrak psikologis menciptakan
emosi dan sikap yang membentuk dan mengontrol perilaku. Kontrak psikologis yang
seimbang perlu untuk suatu hubungan yang berkelanjutan dan harmonis antar
karyawan, dengan organisasi. Bagaimanapun, pelanggaran kontrak psikologis,
dapat menandakan kepada partisipan bahwa pihak-pihak tidak lagi berbagi (atau
tidak pernah berbagi) suatu perangkat nilai atau tujuan bersama. Dalam kontrak
psikologis, hak dan kewajiban semua pihak tidak diutarakan, paling tidak yang
disepakati. Pihak-pihak tidak mengekspresikan harapan mereka dan kenyataannya,
mungkin tidak cukup mampu untuk melakukannya. [8]
Strategi untuk mengembangkan
hubungan dalam pekerjaan bertujuan untuk:
a)
Mengembangkan
kontrak psikologis yang positif
b)
Meningkatkan
komitmen
c)
Menciptakan
iklim kepercayaan.[9]
C.
Kepuasan
Kerja dan Komitmen Organisasional
1. Pengertian Kepuasan Kerja
Furnham et al. (2009)
mendefinisikan kepuasan kerja sebagai sejauh mana mereka merasa puas terhadap
pekerjaan mereka. Sopiah
(2008) memaparkan beberapa pengertian
kepuasan kerja yaitu kepuasan
kerja merupakan suatu tangapan
emosional seseorang terhadap situasi
dan kondisi kerja. Tanggapan emosional bisa
berupa perasaan puas (positif)
atau tidak puas (negatif). Bila secara emosional puas
berarti kepuasan kerja tercapai
dan sebaliknya bila tidak maka berarti karyawan tidak puas.
Sutrisno
(2009) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah
suatu sikap karyawan terhadap
pekerjaan yang berhubungan dengan situasi kerja, kerja sama antar
karyawan, imbalan yang diterima
dalam kerja, dan hal-hal yang menyangkut faktor fisik dan psikologis. [10]
Menurut Robbins (2001) dalam Cholil dan
Riani (2003:13) kepuasan kerja adalah sikap karyawan terhadap pekerjaannya.
Robbins (2001) juga mengingatkan kepada setiap pengelola organisasi untuk
benar-benar mencermati betapa pentingnya pemahaman dan pemenuhan kepuasan kerja
yang memiliki dampak pada tingkat produktivitas, absensi dan perputaran tenaga
kerja. Kepuasan kerja merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi
kepuasan hidup karena sebagian besar waktu manusia dihabiskan di tempat kerja. [11]
Dari beberapa pendapat diatas dapat
diambil kesimpulan bahwa
kepuasan kerja adalah tanggapan seseorang atas apa yang
mereka harapkan pada saat bekerja
dengan apa yang mereka dapatkan setelah
mereka melakukan pekerjaan tersebut.
Dimana hal ini berhubungan dengan
situasi kerja, kerjasama antar karyawan, imbalan dan faktor-faktor lainnya.
Jika terdapat selisih yang kecil antara apa yang diharapkan dengan apa yang
didapatkan maka orang tersebut akan
merasa puas begitu pula sebaliknya.
·
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Banyak faktor
yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Faktor- faktor itu
sendiri dalam peranannya memberikan kepuasan
kepada karyawan bergantung pada masing-masing karyawan. Azeem (2010)
menyatakan ada lima aspek yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu :
a) Pekerjaan
itu sendiri
b) Gaji
c) Pengawasan
d) Kesempatan
promosi
e) Hubungan
dengan sesama pekerja
2. Pengertian Komitmen Organisasi
Mottaz (1988)
menyatakan bahwa komitmen organisasi terkait dengan identifikasi.
Misalnya, komitmen seseorang terhadap organisasi adalah respon afektif (sikap) yang
dihasilkan dari evaluasi situasi kerja yang
menghubungkan atau menempel individu
kepada organisasi. Darwish A
(2000) Komitmen organisasi didefinisikan sebagai perasaan kewajiban
karyawan untuk tinggal dengan
organisasi, perasaan ini dihasilkan dari tekanan internalisasi normatif yang
diberikan pada seorang individu.
Menurut
Mathis dan Jackson, komitmen organisasional adalah
derajat yang mana karyawan percaya dan menerima tujuan ± tujuan
organisasi dan akan tetap tinggal atau tidak akan meninggalkan organisasi.
Swailes dalam James Boles et al. (2007) memaparkan bahwa komitmen
organisasi mencerminkan perasaan positif terhadap organisasi dan
nilainya. Pada dasarnya, mengukur komitmen
organisasi adalah penilaian kesesuaian
antara nilai-nilai sendiri
individu dan keyakinan serta organisasi.
Melihat beberapa pengertian mengenai
komitmen organisasi dari beberapa ahli, mempunyai beberapa kesamaan yang dapat disimpulkan
bahwa komitmen organisasi memiliki pengertian sebagai suatu kesetiaan,
kepercayaan dan loyalitas yang dimiliki
seseorang terhadap
organisasi. Jadi komitmen
organisasi ini menggambarkan hubungan
diantara individu dengan organisasi,
jika individu yang memiliki komitmen
organisasi yang tinggi, maka ia
akan mempunyai kesetian,
kepercayaan dan loyalitas pada organisasi dimana ia bekerja.
·
Bentuk Komitmen
Organisasi
Darwish A (2000) menyatakan komitmen organisasi dapat
dibedakan menjadi 3 yaitu komitmen afektif, komitmen berkelanjutan,
komitmen normatif. Penjelasan mengenai tiga komitmen dapat dijabarkan sebagai
berikut :
1) Komitmen
afektif
Allen dan Meyer dalam Nelson (2012) mendefinisikan
komitmen afektif sebagai hubungan antara karyawan dan
organisasinya yang membuat karyawan tersebut tidak meninggalkan
organisasi karena didasarkan pada ikatan emosional terhadap organisasi.
2) Komitmen
berkelanjutan
Mengacu pada
komitmen yang didasarkan pada pengakuan karyawan yang berkaitan dengan biaya meninggalkan
organisasi. Dengan demikian karyawan
dengan komitmen berkelanjutan
kuat tetap dengan organisasi karena pengorbanan pribadi
yang tinggi terkait dengan meninggalkan Organisasi. Meyer
dan Allen dalam
English et.al (2010) komitmen berkelanjutan menggambarkan akan
kebutuhan individu untuk tetap
dengan organisasi akibat dari
pengakuan akan biaya terkait dengan meninggalkan organiasi. English et.al (2010)
dalam penelitiannya
menemukan bahwa dukungan organisasi
berdampak positif dirasakan pada komitmen berkelanjutan.
3) Komitmen
normatif
English et.al
(2010) dalam penelitiannya menjelaskan
bahwa komitmen normatif mencerminkan perasaan seseorang yang berkewajiban untuk mempertahankan keangotaan
organisasi karena dia setia dan
akan tetap dalam organisasi.
Jha (2011) mengemukakan bahwa komitmen normatif adalah kecenderungan alami untuk
setia dan berkomitmen kepada lembaga atau organisasi layaknya keluarga,
perkawinan, negara dan agama. Mereka berkomitmen semata-mata
mereka yakin hal tersebut
memang benar dilakukan.[12]
D.
Retensi
dan Faktor-Faktornya
Baik para pemberi kerja maupun karyawan telah mengetahui
bahwa beberapa bidang umum mempengaruhi retensi karyawan, apabila komponen
organisasional tertentu diberikan, faktor-faktor yang lain mungkin mempengaruhi
retensi karyawan. Menurut mathis (2006, 128- 136), faktor-faktor lain tersebut
adalah:
1.
Komponen
organisasional
Organisasi yang memiliki budaya dan nilai yang positif
dan berbeda mengalami perputaran karyawan yang lebih rendah. Beberapa komponen
organisasional yang dapat mempengaruhi retensi karyawan adalah:
a.
Nilai
dan budaya
Budaya organisasional adalah pola
nilai dan keyakinan bersama yang memberikan arti dan peraturan perilaku bagi
anggota organisasional. Menciptakan budaya yang menghargai orang memungkinkan
beberapa perusahaan untuk menarik dan memelihara karyawan dengan baik. Nilai
organisasional utama yang memepengaruhi keinginan karyawan untuk bertahan
adalah kepercayaan.
b.
Strategi
dan peluang
Komponen organisasional lain yang
mempengaruhi retensi karyawan berhubungan dengan strategi, peluang dan
manajemen organisasi tersebut. Faktor yang mempengaruhi bagaimana karyawan
memandang organisasi mereka adalah kualitas perencanaan masa depan dari
kepemimpinan dalam perusahaan. Sering kali visi seperti itu ditunjukan dengan
memiliki rencana strategis yang diidentifikasi yang menuntut perusahaan pada
perubahan.
2.
Peluang
Karir Organisasional
Organisasi menyampaikan peluang dan pengembangan karir
dalam berbagai cara. Usaha pengembangan karir organisasional dirancang untuk
memenuhi harapan para karyawan bahwa para pemberi kerja mereka berkomitmen
untuk mempertahankan pengetahuan, keterampilan dan pengetahuannya saat ini.
3.
Penghargaan
dan retensi karyawan
Penghargaan nyata yang diterima karyawan karena bekerja
datang dalam bentuk gaji, insentif, dan tunjangan. Gaji dan tunjangan harus
kompetitif dan sesuai dengan kinerja karyawan. Kenyataannya uang mungkin
merupakan alasan beberapa karyawan
pindah kerja, tetapi faktor-faktor yang
lain merupakan alasan banyak orang untuk bertahan di perusahaan mereka. Para
pemberi kerja juga mempelajari bahwa memiliki lebih sedikit fleksibilitas
tunjangan membantu retensi karyawan. Pengakuan karyawan sebagai bentuk
penghargaan dapat nyata atau tidak nyata. Nyata adalah seperti pemilihan
karyawan terbaik setiap bulan, karyawan dengan absensi terbaik, dan lain-lain.
Tidak nyata adalah memberi umpan balik yang positif seperti pujian bila
karyawan bekerja sesuai dengan harapan perusahaan.
4.
Rancangan
Tugas dan Pekerjaan.
Faktor mendasar yang mempengaruhi retensi
karyawan adalah sifat dari tugas dan pekerjaan yang telah dilakukan. Karena
karyawan menghabiskan waktu yang signifikan ditempat kerja, mereka berharap
untuk bekerja dengan peralatan dan teknologi modern serta memiliki kondisi
kerja yang baik, mengingat sifat pekerjaan tersebut. Karyawan juga menginginkan
lingkungan kerja yang aman dan dimana resiko kecelakaan dan luka diperhatikan,
hal ini khususnya benar bagi para pemberi kerja dalam industri manufaktur,
pertanian, peralatan sehari-hari dan transportasi yang memiliki resiko
keselamatan yang lebih tinggi daripada dalam banyak industri jasa dan
lingkungan kantor.
5.
Hubungan
Karyawan
Kumpulan terakhir yang
mempengaruhi retensi karyawan didasarkan pada hubungan karyawan didalam
organisasi. Bidang-bidang seperti kelayakan dari kebijakan SDM, keadilan dari
tindakan disipliner, dan cara yang digunakan untuk memutuskan pemberian kerja,
semuanya mempengaruhi retensi karyawan.[13]
E.
Intervensi
Terhadap Retensi Karyawan
Intervensi retensi karyawan merupakan usaha yang
dilakukan suatu perusahaan untuk mengatur perputaran karyawannya. Intervensi
dilakukan demi melindungi salah satu sumber daya yang penting didalam suatu
perusahaan, dengan meminimalkan karyawan yang keluar dan masuk perusahaan, maka
diharapkan karyawan dapat memberikan sumbangan berupa kinerja yang lebih
ditingkatkan. Perusahaan berusaha memberikan kondisi dimana harapan karyawan
saat memasuki dan bekerja diperusahaan dapat tercapai.
Menurut
Mathis (2006, pp141-143), beberapa langkah intervensi retensi karyawan oleh
perusahan adalah:
1.
Kegiatan
perekrutan
Rekrutmen adalah suatu proses
untuk mencari calon atau kandidat pegawai, karyawan, buruh, manager, atau
tenaga kerja baru untuk memenuhi kebutuhan SDM organisasi atau perusahaan. Pada
saat perusahaan akan merkerut tenaga kerja, maka dari awal, pekerjaan harus
diuraikan dengan jelas. Perekrutan didasari pada GAT (General Apitude Test)
yang kegiatannya adalah test yang umum saat rekrutmen yaitu draft pertanyaan
yang diisi pelamar, yang menyangkut perilakunya atau test secara psikologis.
2.
Seleksi
Proses seleksi dilakukan agar
dapat menyesuaikan para pelamar dengan pekerjaan dengan lebih baik sehingga
jika karyawan berada diposisi yang tepat, akan diharapkan agar karyawan
tersebut dapat bekerja dengan lebih baik. Seleksi dilakukan dengan melakukan
test akademis. Test kemampuannya sesuai dengan posisi yang dilamar oleh pelamar
kerja.
3.
Pelatihan
Hal ini untuk meningkatkan
kinerja karyawan dengan memberi merkea orientasi dan praktek metode bekerja
yang diterapkan perusahaan agar dapat bekerja sesuai dengan harapan perusahaan.
Dibawah ini akan dijelaskan beberapa cara atau metode yang dapat digunakan
untuk mengembangkan keterampilan peagawai baru:
a.
Magang
atau apprenticeship Training
b.
Learning
by Doing/On the job training (bekerja sambil belajar)
c.
Vestibule
training
4.
Kompensasi
Hal ini penting diperhatikan
oleh perusaan, karena sistem gaji yang kompetitif, adil, dan pantas dapat
mengurangi perputaran karyawan, dengan begitu karyaawan berada dalam jangka
waktu yang panjang dalam perusahaan yang membuat kinerja mereka semakin
meningkat.
5.
Pengembangan
Karir
Karyawan juga melihat
keuntungan yang mereka dapat selain kompensasi yaitu berkembang tidaknya mereka
dalam perusahaan. Karyawan secara umum selalu melihat peluang untuk kemajuan
pengembangan karir.
6.
Hubungan
karyawan
Dalam hal ini yang
diperhatikan adalah perlakuan adil atau diskriminatif dan pelaksanaan kebijakan
perusahaan.
[1] Sedarmayanti, MANAJEMEN
SUMBER DAYA MANUSIAReformasi Birokrasi dan Manajemen Pegawai Negeri Sipil,
(Bandung: PT. Refika Aditama, 2013), h. 198
[2]Gary Dessler, Manajemen Sumber
Daya Manusia, Jilid 1, edisi ke 10, (Jakarta: PT. INDEKS, 2003), h. 323
[3] Sedarmayanti,
MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIAReformasi Birokrasi dan Manajemen Pegawai
Negeri Sipil, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2013), h. 198
[4] Ibid, h. 198
[5] Robert L. Mathi, John H.Jackson,
Human Resource Management, (Jakarta: Salemba Empat, 2004), h. 113
[6] Robert L. Mathi, John H.Jackson,
Human Resource Management, (Jakarta: Salemba Empat, 2004), h. 114
[7]Sedarmayanti, MANAJEMEN
SUMBER DAYA MANUSIAReformasi Birokrasi dan Manajemen Pegawai Negeri Sipil,
(Bandung: PT. Refika Aditama, 2013), h. 198
[8] Ibid, h. 84
[11] Lumbung Riset, Pengaruh Kepuasan
Kerja Terhadap Komitmen Organisasi Karyawan Pada PT. Bank “X” Cabang Surabaya , (http://lumbungriset.blogspot.com/2009/07/pengaruh-kepuasan-kerja-terhadap.html) diakses pada tanggal 9 Oktober 2014 pukul 19:00
[13] Di Akses dari http://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2HTML/2009100351MNBab2/page18.html, (08.10.2014-22.42
WIB)
0 komentar:
Posting Komentar