A.
Kompetensi
Supervisi Manajerial
Untuk memahami
supervisi manajerial perlu dipaham arti manajemen. manajemen sebagai seni
berfungsi untuk mencapai tujuan yang nyata mendatangkan hasil dan manfaat,
sedangkan manajemen sebagai ilmu berfungsi meneangkan fenomena/ gejala,
kejadian, jadi memberi penjelasan.[1]
Mendorong guru dan kepala
sekolah dalam merefleksikan hasil-hasil yang dicapainya untuk menemukan
kelebihan dan kekurangan dalam melaksanakan tugas pokoknya di sekolah
menengah yang sejenis
|
Membina kepala sekolah dan
guru dalam melaksanakan bimbingan konseling di sekolah menengah yang
sejenis
|
Menyusun laporan hasil-hasil
pengawasan dan manindaklanjutnya untuk perbaikan program pengawasan
berikutnya di sekolah menengah yang sejenis
|
Menguasai metode, teknik dan
prinsip-prinsip supervisi dalam rangka meningkatakan mutu pendidikan
sekolah di sekolah menegah sejenis
|
KOMPETENSI
SUPERVISI MANAJERIAL
|
Menyusun program kepengawasan
berdasarkan visi, misis, tujuan dan program pendidikan sekolah
menengah yang sejenis
|
Memantau pelaksaan standar nasional
pendidikan dan memanfaatkan hasil-hasilnya untuk membantu kepala sekolah
dalam mempersiapkan akreditasi sekolah menengah sejenis
|
Membina kepala sekolah dalam
pengelolaan dan administrasi satuan pendidikan berdasarkan manajemen
peningkatan mutu pendidikan di sekolah menengah yang sejenis
|
Menyusun metode kerja dan
instrumen yang diperlukan untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi
pengawas di sekolaj menengah yang sejenis
|
Gambar
9. Kompetensi Supervisi Manajerial
Ruang
lingkup Tujuan Supervisi
PEMBELAJARAN BERMUTU
|
Pengelolaan
|
Siswa
|
Lingkungan
|
Kurikulum
|
Guru
|
Pribadi
Seutuhnya
|
Sarpras
|
Gambar 3. Bantuan Supervisi untuk pembelajaran bermutu
Dengan
demikian tujuan supervisi pendidikan adalah memperbaiki proses belajar mengajar
agar siswa memiliki pribadi seutuhnya dengan cara, membantu :
1.
Guru dalam
mengembangkan proses kegiatan belajar mengajar;
2.
Guru dalam
menterjemkan dan mengembangkan kurikulum dalam proses belajar mengajar;
3.
Guru dalam
mengembangkan staff sekolah;
4.
Kepala sekolah,
guru, laboran dan pustakawan sekolah dalam menelola sumberdaya;
5.
Kepala sekolah,
guru dan staff untuk mengelola lingkungan; serta
6.
Siswa dala
memaksimalkan belajar. [2]
B.
Supervisi Pembelajaran
Dalam pendidikan, tentunya kita mengalami proses
pembelajaran. Proses ini merupakan proses dimana guru dan murid saling transfer
ilmu serta pengalaman. Mengapa penulis katakan demikian? Karena dari proses
itulah guru dan murid dapat menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang
telah diajukan. Jawaban tidak melulu ditemukan dalam buku pelajaran, melainkan
dapat ditemui melalui diskusi dan mendengarkan pengalaman oranglain. Proses
pembelajaran seharusnya dimaknai seperti itu agar murid dapat belajar mendapat
solusi permasalahan melalui pengalaman hidupnya. Maka dari itu, proses
pembelajaran perlu mendapat pengawasan (supervisi) agar berjalan baik.
1.
Pengertian Supervisi Pembelajaran
Konsep supervisi dalam pendidikan mengandung konsep
supervisi umum yang disesuaikan dengan aktivitas pembelajaran. “Tujuan dari
supervisi pembelajaran adalah peningkatan mutu pembelajaran melalui perbaikan
mutu dan pembinaan terhadap profesionalisme guru.”[3] Dapat
diartikan bahwa supervisi pembelajaran adalah rangkaian aktivitas pengawasan
dan evaluasi kinerja guru dalam proses pembelajaran agar proses belajar
mengajar dapat berjalan sesuai tujuan. Supervisi pembelajaran ini penting bagi
guru dalam mengembangkan potensi dan kemampuannya dalam mengajar, karena dapat
mempengaruhi daya serap murid terhadap pelajaran.
Menurut Alton, Frish, dan Neville (dalam Mukhtar
& Iskandar, 2013), ada tiga konsep pokok dalam pengertian supervise
pembelajaran, yaitu:
1. Supervisi pembelajaran harus secara langsung
mempengaruhi dan mengembangkan perilaku guru dalam proses pembelajaran.
2. Perilaku supervisor dalam membantu guru
mengembangkan kemampuannya harus didesain secara ofisial, jelas kapan mulai dan
kapan mengakhiri program pengembangan tersebut.
3. Tujuan akhir supervisi pembelajaran adalah agar
guru semakin mampu memfasilitasi proses pembelajaran bagi para siswanya.
Fungsi utama supervisi adalah perbaikan dan peningkatan kualitas
pembelajaran serta pembinaan pembelajaran sehingga terus dilakukan perbaikan
pembelajaran (Piet A. Sahertian, 2000 dalam Mukhtar & Iskandar, 2013).
Supervisi pembelajaran bertujuan untuk mengembangkan proses belajar mengajar
yang menyenangkan, mengembangkan kemampuan dan potensi guru dan murid dan
mengoptimalkan pemanfaatan media atau alat pembelajaran.
“Pelaksanaan supervisi
pengajaran perlu dilakukan secara sistematis oleh kepala sekolah dan pengawas
sekolah bertujuan memberikan pencerahan, pembinaan, pemberdayaan, inovasi
kepada guru-guru agar dapat melaksanakan tugasnya secara efektif dan efisien”[4]. Adapun supervisi
pengajaran memiliki bidang garapan sebagai berikut:
1) “Usaha membangkitkan dan merangsang semangat
guru-guru dan pegawai-pegawai tata usaha dalam menjalankan tugasnya
masing-masing sebaik-baiknya.
2) Usaha mengembangkan, mencari, dan menggunakan metode-metode
baru dalam mengajar dan belajar yang lebih baik.
3) Mengusahakan dan mengembangkan kerja sama yang baik
antara guru, murid, dan pegawai tata usaha sekolah.
4) Mengusahakan cara-cara menilai hasil-hasil
pendidikan dan pengajaran.
5) Usaha mempertinggi mutu dan pengalaman guru-guru (inservice training dan up-grading).”[5]
2.
Tujuan dan Fungsi Supervisi Pembelajaran
Dalam pembelajaran terdapat orang-orang yang di
didik, ada guru yang melaksanakan pembelajaran (pendidikan), serta terdapat
materi dan metodologi pembelajaran. Dalam melaksanakan pembelajaran, guru-guru
hendaknya mengenal dan menerapkan demokrasi serta kedudukan, fungsi dan tujuan
pembelajaran. Untuk melaksanakan fungsinya itu, mereka perlu hakekat adolesensi dan masalah-masalah yang
dihadapi oleh siswa/peserta didik. Pembelajaran hendaknya membantu para
siswa/peserta didik tersebut agar mampu memecahkan setiap permasalahan mereka.
Pembelajaran itu menuntut usaha pengembangan
kegiatan ekstrakurikuler yang akan membantu pembelajaran siswa/peserta didik serta
membimbing aktivitas mereka sesuai kebutuhan pribadi dan kebutuhan
masyarakatnya. Pendeknya, pembelajaran dimaksudkan untuk memberi pengalaman
belajar untuk mengembangkan potensi siswa/peserta didik, sehingga masing-masing
dari siswa/peserta didik tersebut mampu membangun diri sendiri dan masyarakat.
Untuk dapat melaksanakan pembelajaran, guru perlu memiliki banyak pengalaman
serta pengembangan profesinya di bidang pembelajaran. Guru senantiasa hendaknya
terus belajar untuk menambah pengalaman guna mengimbangi kemajuan ilmu dan
teknologi dalam pertumbuhan masyarakat. Sebagai anggota unit kerja, guru tidak
dapat bekerja sendiri, terpisah dari orang lain.
Tujuan umum supervisi pembelajaran adalah untuk
mengembangkan situasi pembelajaran yang lebih baik melalui pembinaan dan
peningkatan profesi mengajar. Sargiovanni menegaskan tujuan supervisi
pembelajaran ini yaitu:
1. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi proses
pembelajaran.
2. Pengawasan kualitas; supervisor dapat memonitor
proses pembelajaran di sekolah.
3. Pengembagan profesional; supervisor dapat membantu
guru mengembangkan kemampuannya dalam memahami pembelajaran, kehidupan di
kelas, serta mengembangkan keterampilan mengajarnya.
4. Memotivasi guru; supervisor dapat mendorong guru
menerapkan dan mengembangkan kemampuannya serta bertanggung jawab dalam
melaksanakan tugas-tugas mengajarnya.
“Dalam pelaksanaan supervisi pembelajaran, ada
beberapa hal yang dapat diungkap sekaligus menjadi fungsi pelaksanaan supervisi
yang dilaksanakan, yaitu:
a. Dari pihak guru
dapat diketahui kurang adanya semangat kerja, kesediaan bekerja sama dan
berkomunikasi, kecakapan dalam melaksanakan tugas dan program kerja, dan kurang
mentaati peraturan ketertiban, dan sebagainya.
b. Dari pihak siswa/peserta
didik dapat diketahui kurang adanya kerajinan dan ketekunan siswa/peserta
didik, mentaati peraturan, kenisyafana tentang perlunya belajar guna
mempersiapkan diri bagi kebutuhan masa depan, dan sebagainya.
c. Dari sisi prasarana
dapat diketahui kurang terpenuhinya syarat-syarat tentang gedung, halaman,
kesehatan, keamanan, dan sebagainya. Termasuk kurang tersedianya alat-alat
pelajaran seperti bangku, kursi, lemari, papan tulis, buku-buku pelajaran dan
sebagainya.
d. Dari pihak kepala
sekolah dapat diketahui kurang adanya tanggung jawab pengabdian, kewibawaan,
pengetahuan dan bahkan mungkin kepala sekolah terlalu otoriter, terlalu lunak
atau bersikap masa bodoh.”[6]
3.
Prinsip-prinsip Supervisi Pembelajaran
Dalam setiap bidang, tentunya ada prinsip-prinsip
yang harus diterapkan supaya kegiatan berjalan lancar dan sesuai kaidah. Begitu
pula dalam supervisi pembelajaran, ada prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan
agar kegiatan supervisi berjalan efektif dan efisien yakni:
1. “Praktis, yaitu dapat dikerjakan sesuai dengan
situasi dan kondisi yang ada.
2. Fungsional, yaitu sebagai sumber informasi bagi
pengembangan manajemen pendidikan melalui peningkatan proses pembelajaran.
3. Relevansi, yaitu pelaksanaan supervise hendaknya
sesuai dan menunjang pelaksanaan proses pembelajaran yang berlangsung.
4. Ilmiah, yaitu supervisi perlu dilakukan secara
sistematis, terprogram, dan berkesinambungan.
5. Objektif, yaitu menggunakan prosedur dan instrumen
yang valid (tepat) dan reliable (tetap; dapat dipercaya).
6. Demokrasi, yaitu pengambilan keputusan dilakukan
melalui musyawarah untuk mencapai mufakat.
7. Kooperatif yaiti adanya semangat kerja sama antara
supervisor dengan guru.
8. Konstruktif dan kreatif yaitu berusaha memperbaiki
kelemahan atau kekurangan serta secara kreatif berusaha meningkatkan proses
kerjanya.”[7]
4.
Program Supervisi Pembelajaran
Tugas utama supervisor pendidikan adalah melihat,
menilai dan membantu meningkatkan kinerja guru serta membantu memberikan solusi
atas masalah yang dialami guru. Di dalam supervisi pembelajaran, terdapat
program-program yang dimaksudkan untuk pengembangan kemampuan dan wawasan guru
serta pengembangan strategi pembelajaran. “Berikut adalah tiga hal yang perlu
dilakukan dalam supervisi pembelajaran:
1. Menilai hasil pembelajaran melalui analisis data
dan penerapan cara-cara penilaian.
2. Mempelajari situasi pembelajaran untuk menentukan
faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan dan prestasi siswa, dengan cara:
a. Mempelajari faktor-faktor pada guru seperti
kepribadian guru, pendidikan formal dan professional serta kebiasaan guru.
b. Mempelajari faktor-faktor pada peserta didik
seperti minat, motivasi, kebiasaan belajar, perkembangan intelektual, kondisi
keluarga dan lingkungan rumah atau pergaulan.
c. Mempelajari alat pengajaran, metode mengajar dan
lingkungan sekolah.
3. Memperbaiki situasi pembelajaran yang telah disebutkan
sebelumnya.”[8]
Dalam melakukan kegiatan supervisi, diperlukan alat
bantu untuk membantu guru mendapatkan sumber bagi pengembangan wawasan dan
keterampilan mengajarnya sesuai perkembangan zaman. Alat bantu tersebut antara
lain perpustakaan, buku kurikulum, buletin pendidikan, pakar pendidikan serta
majalah, koran dan tabloid yang memuat berita mengenai pendidikan dan anak.
Selain alat bantu, ada juga teknik seperti:
1. Kunjungan sekolah.
2. Percakapan pribadi.
3. Diskusi kelompok.
4. Demontrasi mengajar.
5. Kunjungan kelas antar guru.
6. Lokakarya.
C.
Supervisi
Profesi dan Kompetensi Keguruan
Profesi
mengandung pengertian “bidang pekerjaan yang dilandasi dengan keahlian
(keterampilan, kejujuran) tertentu”, atau juga “satu pekerjaan sebagai mata
pencaharian”.[9] Dengan kata lain,
profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap
suatu pengetahuan khusus.
Sementara
kompetensi keguruan adalah keahlian seorang tenaga pendidik atau tenaga
kependidikan dalam menguasai hal-hal mengenai pengajaran, pendidikan, metode
pembelajaran dan lainnya yang berkaitan dengan kegiatan belajar mengajar.
1.
Konsepsi
dan Ciri-ciri Profesi.
Profesi merupakan suatu
pekerjaan yang didasarkan pada pendidikan intelektual khusus, yang tujuannya
memberikan pelayanan dengan terampil kepada orang lain dengan mendapatkan
imbalan tertentu. Sedangkan profesional sering diartikan sebagai suatu
keterampilan teknis yang berkualitas tinggi, yang dimiliki oleh seseorang.[10]
Secara lebih luas
profesional tidak hanya sekedar berkualitas tinggi teteapi juga mempunyai makna
tanggung jawab (responsibility), baik tanggung jawab intelektual maupun
tanggung jawab moral. Dengan demikian, seorang guru dikatakan profesional bila
guru tersebut memiliki kualitas mengajar yang tinggi, dan melaksanakan tugasnya
dengan penuh tanggung jawab.
Ciri-ciri jabatan
profesi guru adalah sebagai berikut:
1)
Jabatan
yang melibatkan kegiatan intelektual.
2)
Jabatan
yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.
3)
Jabatan
yang memerlukan persiapan profesional yang lama (dibandingkan dengan pekerjaan
yang memerlukan latihan umum belaka)
4)
Jabatan
yang memerlukan latihan dalam jabatan ytang berkesinambungan.
5)
Jabatan
yang menjanjikan karir hidup dan keanggotan yang permanen.
6)
Jabatan
yang menentukan baku (standarnya) sendiri.
7)
Jabatan
yang lebih mementingkan layanan diatas keuntungan pribadi.
8)
Jabatan
yang mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.[11]
2.
Paradigma
profesionaitas guru
Sesuai dengan
perkembangan zaman dan teknologi, dimensi pengetahuan semakin meluas. Maka
seorang guru yang profesional dituntut untuk mampu mengatasi perkembangan itu
dengan meningkatkan profesionalitasnya. Guru yang profesional setidaknya harus:
a.
Ahli
dalam ilmunya, terampil dalam berbuat atau menerapkannya sesuai dengan
kompetensinya.
b.
Alumni
dari sebuah lembaga yang legal atau formal
c.
Memiliki
sertifikat kualifikasi.
d.
Profesi
guru sebagai sumber kehidupannya.
e.
Menjalankan
profesinya dengan ikhlas dan sepenuh hati.[12]
3.
Kompetensi
Keguruan
Ada tiga dasar yang harus dimiliki guru yaitu: kompetensi pengetahuan
dan pengalaman, kompetensi moral, kompetensi keterampilan mengajar. Secara umum
ada 10 kompetensi dasar yang diperlukan seorang guru dalam menjalankan tugas
mengajar, yaitu menguasai bahan ajar, mampu mengelola sumber belajar mengajar,
mengelola kelas, menggunakan media atau sumber, menguasai landasan pendidikan,
mengelola interaksi belajar mengjar atau metode mengajar, menilai prestasi
belajar siswa untuk kepentingan pengajaran, mengenal dan menyelenggarakan
administrasi sekolah, mengenal fungsi dan program bimbingan dan penyuluhan
disekolah, memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil penelitian guna
keperluan pengajaran.
Profesi guru dalam menjalankan tugas dilapangan semestinya
mempunyai kompetensi yang dimulai dari kompetensi kepribadian, kompetensi
sosial guru, kompetensi profesional, dan hubungan penguasaan materi dengan ilmu
yang dikuasai.[13]
a.
Kompetensi
kepribadian
Kompetensi kepribadaian
merupakan sejumlah kompetensi yang berhubungan dengan kemampuan pribadi dengan
segala karakteristik yang mendukung terhadap pelaksanaan tugas guru. Beberapa
kompetensi guru antara lain sbeagai berikut:
1)
Beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
2)
Percaya
kepada diri sendiri
3)
Tenggan
rasa dan toleran.
4)
Bersikap
terbuka dan demokratis.
5)
Sabar
dalam menjalani keguruannya.
6)
Mengembangkan
diri bagi kemajuan profesinya.
7)
Memahami
tujuan pendidikan
8)
Mampu
menjalin hubungan insani
9)
Memahami
kelebihan dan kekurangan diri
10)
Kreatif
dan inovatif dalam berkarya
b.
Kompetensi
Sosial Guru
Kompetensi sosial
merupakan kemampuan guru untuk menyesuaikan diri pada tuntutan kerja dan
lingkungan sekitar pada waktu membawakan tugasnya sebagai guru. Beberapa
kompetensi sosial guru antara lain:
1)
Terampil
berkomunikasi dengan peserta didik dan orang tua peserta didik
2)
Bersifat
simpatik
3)
Dapat
bekerja sama dengan BP3
4)
Pandai
bergaul dengan kawan sekerja
5)
Memahami
dunia sekitarnya (lingkungan).
c.
Kompetensi
Profesional dan Komponen-komponen
Kompetensi profesional
guru adalah sejumlah kompetensi yang berhubungan dengan profesi yang menuntut
berbagai keahlian dibidan pendidikan atau keguruan. Beberapa komponen
kompetensi profesional guru:
1)
Penguasaan
bahan pelajaran beserta konsep-konsep.
2)
Pengelolaan
program belajar mengajar
3)
Pengelolaan
kelas
4)
Pengelolaan
dan penggunaan media serta sumber belajar
5)
Penguasaaan
landasan-landasan pendidikan
6)
Kemampuan
menilai prestasi belajar mengajar.
7)
Memahami
prinsip-prinsip pengelolaan lembaga dan program pendidikan disekolah
8)
Menguasai
metode berpikir
9)
Meningkatkan
kemampuan dan menjalankan misi profesional
10)
Memberikan bantuan dan bimbingan kepada
peserta didik.
11)
Memiliki wawasan tentang penelitian
pendidikan.
12)
Mampu
menyelenggarakan penelitian sederhana untuk keperluan pengajaran
13)
Mampu
memahami karakteristik peserta didik
14)
Mampu
menyelenggarakan administrasi sekolah
15)
Memiliki
wawasan tentang inovasi pendidikan
16)
Berani
mengambil keputusan
17)
Memahami
kurikulum dan pengembangannya
18)
Mampu
bekerja berencana dan terprogram
19)
Mampu
menggunakan waktu secara tepat.
d.
Hubungan
antara penguasaan materi dan kemampuan mengajar
Penguasaan materi menjadi landasan pokok seorang guru
untuk memiliki kemampuan mengajar. Kemampuan penguasaan materi mempunyai kaitan
yang erat dengan kemampuan mengajar guru, semakin dalam penguasaan seorang guru
dalam materi atau bahan ajar maka dalam mengajar akan lebih berhasil jika
ditopang oleh kemampuannya dalam menggunakan metode belajar. Guru yang
menguasai bahan ajar akan lebih yakin mengajarkan materi, senantiasa kreatif
dan inovatif dalam metode penyampaiannya.[14]
D. Supervisi Pembiayaan Pendidikan
Secara umum, pembiayaan
pendidikan dibedakan menjadi dua jenis, yaitu; (1) biaya rutin (recurring
cost) dan biaya modal (capital cost). Recurring cost pada
intinya mencakup keseluruhan biaya operasional penyelenggaraan pendidikan,
seperti biaya administrasi, pemeliharaan fasilitas, pengawasan, gaji, biaya
untuk kesejahteraan, dan lain-lain. Sementara capital cost atau sering
pula disebut biaya pembangunan mencakup biaya untuk pembangunan fisik,
pembelian tanah, dan pengadaan barang-barang lainnya yang didanai melalui anggaran
pembangunan.
Pembiayaan pendidikan adalah sebagai
nilai rupiah dari seluruh sumber daya (input) yang digunakan untuk suatu
kegiatan pendidikan. Pembiayaan adalah kemampuan internal sistem pendidikan
untuk mengelola dana-dana pendidikan secara efisien. Makin efisien sistem
pendidikan itu makin sedikit dana yang diperlukan untuk mencapai
tujuan-tujuannya dan karena itu lebih tampak tercapai dengan anggaran yang
tersedia.[15]
1. Sumber
Biaya Pendidikan
Kategori pembiayaan pendidikan sendiri
terdiri dari beberpa bagian yaitu:
a. Biaya
langsung terkait dengan penggajian guru, administrator, staf sekolah, pembelian
peralatan, materi pelajaran dan gedung sekolah. Biaya ini berasal dari APBN dan
APBD. Dana pendidikan selain gaji dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan
minimal 20% dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
b. Biaya
tak langsung merupakan biaya penyusulan fasilitas pendidikan, perkiraan
pendapatan jika sekiranya siswa bekerja secara produktif dan pajak pendidikan.
1) Biaya
pendidikan adalah biaya yang dikeluarkan oleh para orang tua dalam
menyekolahkan anaknya, perbandingan jika seandainya biaya tersbut
diinvenstasikan ke bidang usaha selain pendidikan.
2) Biaya
sosial merupakan total dari keseluruhan biaya pribadi. Biaya ini dibiayai oleh
publik. Untuk dana sosial ini, dapat dimanfaatkan sebagai:
·
Dana rutin,
yaitu dana yang dipakai membiayai kegiatan rutin seperti tambahan gaji guru,
pendidikan. Penelitian, pengabdan masyarakat, biaya pemeliharaan dan lainnya.
·
Dana
pembangunan, ialah dana yang dipakai membiayai pembangunan-pembangunan dalam
berbagai bidang seperti sarana dan prasarana, alat belajar, media dan
sebagainya.[16]
2. Pengelolaan
Biaya Pendidikan
Pengelolaan
pendidikan harus mampu berusaha sebaiik mungkin dalam mencari pemasukan
keuangan guna memenuhi kebutuhan dalam pendanaan pendidikan.
Startegi dalam pengelolaan biaya pendidikan adalah
sebagai berikut:
a. Melakukan
analisis internal dan eksternal terhadap potensi sumber dana.
b. Mengidentifikasi,
mengelompokan dan memperkirakan sumber-sumber dana yang dapat digali dan
dikembangkan
c. Menetapkan
sumber dana melalui:
1) Musyawarah
dengan orang tua didik pada awal tahun ajaran
2) Menggalang
partisipasi masyarakat melalui komite sekolah
3) Menyelenggarakan
kegiatan olah raga dan kesenian peserta didik untuk mengumpulkan dana dengan
memanfaatkan fasilitas sekolah.[17]
3. Standar
Pembaiayaan Pendidikan
Standar
pembiayaan pendididikan yaitu beradasarkan Peraturan Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal 62 tentang Pembiayaan Pendidikan.
4. Pelaksanaan
Evaluasi Supervisi Pembiayaan Pendidikan[18]
Dalam
melaksanakan kegiatan evaluasi supervisi pembiayaan pendidikan ada beberapa hal
yang perlu di perhatikan yaitu:
a. Pengorganisasian
Kegiatan
supervisi dan evaluasi pembiayaan pendidikan terlebih dahulu harus dikordinasikan
dengan pihak terkait seperti sekolah (kepala sekolah), Diknas tingkat
kecamatan, kabupaten ataupun propinsi.
b. Waktu
dan Tempat
Supervisi
dan evaluasi kegitan ini hendaknya diatur sedemikian rupa agar tidak mengganggu
aktivitas pembelajaran misalnya pada waktu siswa libur dengan rentang waktu
yang tidak terlalu lama.
c. Petugas
Menurut
Kepmen. Pan No. 118 tahun 1996 pasal 2, tugas pokok pengawas adalah menilai dan
membina penyelenggaraan pendidikan pada sekolah tertentu baik Negri maupun
Swasta yang menjadi tanggung jawabnya. Dalam menjalankan tugasnya, seorang
pengawas harus memiliki kecermatan dalam melihat kondisi sekolah, ketajaman
analisis dan sintesis, ketepatan memberikan teratment yang diperlukan
serta komunikasi yang baik antara pengawas sekolah dengan setiap individu di
sekolah.
d. Perangkat
Perangkat
supervisi dan evaluasi pembiayaan pendidikan terdiri dari:
1) Panduan
supervisi
2) Instrumen
supervisi keterlaksanaan penggunaan dana
3) Instrumen
supervisi pelaksanaan program kegiatan
4) Keberhasilan
dan permasalahan pelaksanaan program
5) Laporan
hasil supervisi
e. Strategi
Pelaksanaan
1) Temu
awal; temu awal merupakan kegiatan pertemuan antara petugas supervisi dengan
pihak sekolah sebagai satker pengguna anggaran untuk menejelaskan maksud,
tujuan, jadwal, responden, dan substansi materi pelaksanaan supervisi.
2) Pelaksanaan
supervisi dan evaluasi.
a) Pembagian
tugas
b) Pengumpulan
data dan informasi
c) Layanan
asistensi
d) Temu
akhir
- Hubungan Masyarakat dan Sekolah
Menurut UU Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20
tahun 2003 bab 1 pasal 1, masyarakat adalah kelompok Warga Negara Indonesia non
pemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan. “Peran
serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok,
keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan, dalam
penyelenggaraan dan pengendalian mutu pendidikan. sejak tahun 1981, mulai
muncul tulisan-tulisan yang berkaitan dengan community based education (pendidikan berbasis masyarakat), dan
akhir-akhir ini istilah tersebut mulai dikumandangkan dimana-mana.”[19] Dengan
konsep pendidikan berbasis masyarakat tersebut, diharapkan pendidikan dapat
diperhitungkan atau bahkan menjadi prioritas dalam meningkatkan taraf
kehidupan. Jadi meningkatkan taraf hidup tidak melulu melalui ekonomi asalkan
kita mau berusaha.
1.
Pentingnya Hubungan Sekolah dan Masyarakat
Sebelum membahas tentang hubungan sekolah dan
masyarakat, perlu diketahui pandangan-pandangan mengenai hubungan dua unsur
saling terkait tersebut yakni:
a. Sekolah adalah bagian yang integral dari
masyarakat; ia bukan merupakan lembaga yang terpisah dari masyarakat.
b. Hak hidup dan kelangsungan hidup sekolah bergantung
pada masyarakat.
c. Sekolah adalah lembaga sosial yang berfungsi untuk
melayani anggota-anggota masyarakat dalam bidang pendidikan.
d. Kemajuan sekolah dan kemajuan masyarakat saling
berkorelasi;keduanya saling membutuhkan.
e. Masyarakat adalah pemilik sekolah; sekolah ada
karena masyarakat memerlukannya.
Betapa penting hubungan
sekolah dan masyarakat terutama di Negara kita, dapat ditinjau dari sudut
pandang historis berikut:
1) Dari sejarah, kita mengetahui bahwa pada zaman
kolonial Belanda dahulu, sekolah-sekolah sengaja diisolasi dari kehidupan
masyarakat.
2) Pada zaman kemerdekaan, sekolah merupakan lembaga
pendidikan yang seharusnya mendidik generasi muda untuk hidup di masyarakat.
3) Sekolah haruslah merupakan tempat pembinaan dan
pengembangan pengetahuan dan kebudayaan yang sesuai dan dikehendaki masyarakat
tempat sekolah didirikan.
4) Sebaliknya, masyarakat harus bekerja sama dengan
sekolah agar apa yang diolah dan dihasilkan sekolah sesuai dengan kebutuhan
masyarakat.
5) Dari sejarah pendidikan, dikenal adanya arbeid school (sekolah kerja) yang
didirikan Ovide Decroly di Belgia, Kerschensteiner di Jerman dan John Dewey di
Amerika Serikat. Dari sejarah ini, dapat disimpulkan bahwa inilah cikal bakal
sekolah kejuruan di Indonesia.
6) Banyaknya berita yang menyatakan ketidaksesuaian
antara lulusan lembaga pendidikan dengan kebutuhan atau ketersediaan lapangan
kerja.
Menurut Mukhtar dan Iskandar (2013), pelibatan
masyarakat dalam sekolah dapat diwujudkan dalam hal sebagai berikut:
a) “Di Sekolah Dasar, masyarakat dilibatkan dalam
mengisi muatan lokal mulai dari perencanaan sampai pelaksanaan, misalnya
membawa peserta didik mengunjungi tempat tertentu di daerahnya atau mengundang
narasumber ke sekolah.
b) Di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, masyarakat
dilibatkan mengisi muatan lokal dengan lebih menekankan kegiatan yang membekali
peserta didik dalam mengenal potensi lingkungan sekitarnya dan melatih kemampuan
memanfaatkan potensi tersebut.
c) Di Sekolah Menengah Umum, peserta didik diizinkan
mengadakan praktik di lapangan sesuai minat dan kebutuhan.
d) Di Sekolah Menengah Kejuruan, keterlibatan
masyarakat diwujudkan dalam bentuk membantu menciptakan hubungan dengan dunia
usaha dan industri setempat seperti program magang. Keterlibatan meliputi
perencanaan program, evaluasi proses dan hasil, dan pemasaran lulusan.”
“Sejumlah institusi utama dari pengembangan
pendidikan berbasis masyarakat ini antara lain:
a. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat yang dirintis
melalui Direktorat Pendidikan Masyarakat Departemen Pendidikan Nasional.
b. Kelompok Kerja Sekolah dan Kelompok Kerja Madrasah,
yang diarahkan untuk menghilangkan dikotomi antara sekolah negeri dan sekolah
swasta, baik di lingkungan Departemen Pendidikan maupun Departemen Agama.
c. Pengembangan peranan pesantren agar penyelenggaraan
pendidikan dasar lebih responsif dan dapat dipertanggungjawabkan kepada
masyarakat dengan lebih menitikberatkan pada komponen keterampilan dan muatan
lokal.
d. Pengembangan rumah ibadah sebagai lembaga
pendidikan seumur hidup dan pusat pemberdayaan masyarakat setempat.
e. Penataan dan pemanfaatan lembaga-lembaga pendidikan
yang sudah mengakar di masyarakat yang dikembangkan sendiri oleh masyarakat
sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat.”[20]
Intinya, hubungan sekolah
dan masyarakat dikelompokkan menjadi tiga hubungan pokok yakni hubungan
edukatif, hubungan kultural dan hubungan institusional.
2.
Tujuan Hubungan Sekolah dan Masyarakat
Untuk meningkatkan pelayanan pendidikan yang
bermutu sehingga dapat mewujudkan sekolah yang berkualitas, maka setiap sekolah
dibentuk organisasi Badan Peran serta Masyarakat (BPM) seperti BP3, Komite
Sekolah dan Dewan Sekolah yang bertujuan untuk:
a. Membantu kelancaran penyelenggaraan pendidikan di
sekolah.
b. Memelihara, meningkatkan, dan mengembangkan
sekolah, dan
c. Memantau, mengawasi, dan mengevaluasi
penyelenggaraan pendidikan di sekolah.
Dapat disimpulkan bahwa tujuan dan pentingnya
hubungan sekolah dan masyarakat tidak jauh berbeda. Maksudnya, sekolah mendidik
dan membekali peserta didik, yang merupakan anggota dari masyarakat dengan
pengetahuan dan keterampilan kasar dan halus. Lalu, hasil dari pendidikan
tersebut juga tentunya dinikmati oleh masyarakat juga dengan menggunakan jasa
yang dapat dilakukan lulusan lembaga pendidikan.
Menurut
Elsbree dan McNally, berbagai macam tujuan hubungan sekolah dan masyarakat
dapat dirumuskan menjadi tiga tujuan pokok yaitu:
a. “Untuk mengembangkan mutu belajar dan pertumbuhan
anak-anak.
b. Untuk mempertinggi tujuan-tujuan dan mutu kehidupan
masyarakat.
c. Untuk mengembangkan pengertian, antusiasme
masyarakat dalam membantu pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah.”[21]
Dengan demikian, tujuan
utama pendidikan berbasis masyarakat (dalam Mukhtar dan Iskandar, 2013) adalah:
1. Membantu pemerintah dalam memobilisasi sumber daya
setempat untuk kepentingan pendidikan serta meningkatkan peran masyarakat untuk
mengambil andil yang lebih besar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
pendidikan di semua jenjang, jenis dan jalur pendidikan.
2. Menstimulasi perubahan sikap dan persepsi
masyarakat terhadap rasa kepemilikan sekolah, tanggungjawab, kemitraan,
toleransi, dan kesediaan menerima perbedaan sosial dan budaya.
3. Mendukung insiatif pemerintah dalam meningkatkan
dukungan masyarakat terhadap sekolah, khususnya orangtua dan masyarakat melalui
kebijakan desentralisasi.
Mendukung peranan
masyarakat untuk mengembangkan inovasi kelembagaan untuk melengkapi,
meningkatkan dan mengganti peran sekolah, dan untuk meningkatkan mutu dan
relevansi pembukaan kesempatan yang lebih besar, peningkatan efisiensi
pendidikan dasar untuk pelaksanaan wajib belajar pendidikan dasar, menengah
[1] Yahya, SUPERVISI PENDIDIKAN
Metamorfosis Kepemimpinan (To Help To Change), (Padang: UNP Press Padang,
2011), hlm. 95
[2] Yahya,
Supervisi Pendidikan Metamorfosis Kepemimpinan (To Help To Change), (Padang: UNP Press
Padang, 2011), hlm. 40
[19] Mukhtar dan Iskandar, Orientasi
Baru Supervisi Pendidikan, (Jakarta: Referensi), 2013, hlm. 232.
0 komentar:
Posting Komentar