RSS

PENALARAN

A.       Pengertian Penalaran

Secara sederhana, penalaran diartikan sebagai suatu cara menggunakan nalar (KBBI; 2008). Selain itu penalaran juga dapat diartikan sebagai suatu proses  berpikir manusia untuk menghubung-hubungkan data atau fakta yang ada sehingga sampai pada suatu simpulan. Data atau fakta yang dinalar itu boleh benar atau boleh tidak benar. Sementara itu, menurut Widjono (2007), penalaran dimaknai sebagai berikut:
1.      proses berpikir logis, sistematis, terorganisasi dalam urutan yang saling berhubungan sampai dengan simpulan,
2.      menghubung- hubungkan fakta atau data sampai dengan suatu simpulan,
3.      proses menganalisis suatu topic hingga menghasilkan suatu simpulan atau pengertian baru,
4.      dalam karangan terdiri dari dua variable atau lebih, penalaran dapat diartikan mengkaji, membahas atau menganalisis dengan menghubung-hubungkan variabel yang di kaji sampai menghasilkan suatu derajat hubungan dan simpulan,
5.      pembahasan suatu masalah sampai menghasilkan suatu simpulan yang berupa pengetahuan atau pengertian baru.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa penalaran merupakan proses bernalar secara logis dan merangkaikan data-data serta menganalisis variable-variabel yang ada untuk menghasilkan simpulan baru.[1]

B.       Proposisi dan Term
Proposisi adalah pernyataan tentang hubungan yang terdapat  diantara subjek dan predikat. Sedangkan Term adalah kata atau kelompok kata yang dapat dijadikan subjek atau predikat dalam sebuah kalimat proposisi.[2]
Contoh :
Semua tebu manis.(gausah diprint)
Semua tebu adalah term.
Manis adalah term.
Suatu proposisi mempunyai subjek dan predikat. Dengan demikian, proposisi pasti berbentuk kalimat, tetapi tidak semua  kalimat dapat digolongkan kedalam proposisi.
Kalimat berikut ini bukan proposisi:
1.      Bangsa burungkah ayam?
2.      Mudah-mudahan Indonesia menjadi Negara makmur.
3.      Berdirilah kamu di pinggir pantai.

Kalimat-kalimat di atas dapat diubah menjadi proposisi sebagai berikut:
1.      Ayam adalah burung.
2.      Indonesia menjadi Negara makmur.
3.      Kamu berdiri di pinggir pantai.
       
Dalam hal hubungan kelompok subjek dan kelompok predikat dalam proposisi, seorang ahli logika bangasa Swiss, Euler yang hidup pada abad XVIII mengemukakan konsepnya dengan empat jenis proposisi dengan lima macam posisi lingkaran, yang disebut Lingkaran Euler.[3]
Keempat jenis proposisi itu adalah sebagai berikut.
1.      Suatu perangkat yang tercakup dalam subjek sama dengan perangkat yang tedapat dalam predikat. Semua S adalah semua P.
Semua sehat adalah semua tidak sakit.
S=P
 





2.      Suatu perangkat yang tercakup dalam subjek menjadi bagian dari perangkat predikat.
Semua S adalah P.
Semua sepeda beroda dua.
              P
P
                              
S
 







Sebaliknya, suatu perangkat predikat merupakan bagian dari perangkat subjek. Sebagian S adalah P
Sebagian binatang adalah kera.
S
P
 




                       

3.      Suatu perangkat yang tecakup dalam subjek berada di luar perangkat predikat. Dengan kata lain, antara subjek dan predikat tidak terdapat relasi.
Tidak satupun  S adalah P.
Tidak seorang pun manusia adalah binatang.[4]
S
P
 




4.      Sebagian perangkat yang tercakup dalam subjek berada diluar perangkat predikat.
sebagian S adalah P
sebagian kaca tidaklah bening.[5]

S
 


                                         P
C.   Penalaran Induktif
Pernalaran induktif adalah pernalaran yang bertolak dari pernyataan-pernyataan yang khusus dan menghasilkan simpulan umum. Dengan kata lain, simpulan yang di peroleh tidak lebih khusus dari pada pernyataan (premis).
Adapun beberapa bentuk pernalaran induktif adalah sebagai berikut.

1. Generalisasi
Generalisasi ialah proses pernalaran yang mengandalkan beberapa pernyataan yang mempunyai sifat tertentu untuk mendapatkan simpulan yang bersifat umum. Dari beberapa gejala dan data, kita ragu-ragu mengatakan bahwa “Lulusan sekolah A pintar-pintar.” Hal ini dapat kita simpulkan setelah beberapa data sebagai pernyataan memberikan gambaran seperti itu.[6]

 Contoh:
                        Jika dipanaskan, besi memuai.
                        Jika dipanaskan, tembaga memuai.
                        Jika dipanaskan, emas memuai.
Jadi, jika dipanaskan, logam memuai.

Sahih atau tidak sahihnya simpulan dari generalisasi itu dapat dilihat dari hal-hal berikut.
a.       Data itu harus memadai jumlahnya. Makin banyak data yang dipaparkan, makin sahih simpulan yang diperoleh.
b.      Data itu harus mewakili keseluruhan. Dari data yang sama itu akan dihasilkan simpulan yang sahih.
Pengecualian perlu diperhitungkan karena data-data yang mempunyai sifat khusus tidak dapat dijadikan data.
2 . Analogi
          Analogi adalah cara penarikan pernalaran secara membandingkan dua hal yang mempunyai sifat yang sama.
Contoh:
              Nina adalah lulusan akademi A.
              Nina dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
              Ali adalah lulusan akademi A
              Oleh sebab itu, Ali dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
Tujuan pernalaran secara analogi adalah sebagai berikut.
a.      Anologi dilakukan untuk meramalkan kesamaan.[7]
b.      Anologi digunakan untuk menyingkapkan kekeliruan.
c.       Anologi digunakan untuk menyusun klasifikasi.

3.  Hubungan Kausal
     Hubungan kausal adalah pernalaran yang diperoleh dari gejala-gejala yang saling berhubungan. Misalnya, tombol ditekan, akibatnya bel berbunyi. Dalam kehidupan kita sehari-hari, hubungan kausal ini sering kita temukan. Hujan turun dan jalan-jalan becek. Ia terkena penyakit kanker darah dan meninggal dunia. Dalam kaitannya dengan hubungan kausal ini, tiga hubungan antar masalah, yaitu sebagai berikut.
a.        Sebab-akibat
Sebab-akibat ini berpola A menyebabkan B. Disamping itu, hubungan ini dapat pula berpola A menyebabkan B, C, D, dan seterusnya. Jadi efek dari satu peristiwa yang dianggap penyebab kadang-kadang lebih dari satu. Dalam kaitannya dengan hubungan kausal ini, diperlukan kemampuan pernalaran seseorang untuk mendapatkan simpulan pernalaran. Hal ini akan terlihat pada suatu penyebab tidak jelas terhadap sebuah akibat yang nyata. Kalau kita melihat sebiji buah mangga jatuh dari batangnya, kita akan memperkirakan beberapa kemungkinan penyebabnya. Mungkin mangga itu ditimpa hujan, mungkin dihempas angin, dan mungkin pula dilempari oleh anak-anak. Pastilah salah satu kemungkinan itu yang terjadi penyebabnya.



Andai kata angin tiba-tiba bartiup (A), dan hujan yang tiba-tiba turun (B), ternyata tidak sebuah mangga pun yang jatuh (E), tentu kita menyimpulkan bahwa jatuhnya buah mangga itu disebabkan oleh lemparan anak-anak (C).[8]
Pola seperti itu dapat kita lihat pada rancangan berikut.

Angin              hujan               lemparan          mangga jatuh
(A)                   (B)                   (C)                   (E)
Angin,             hujan                                       mangga tidak jatuh
(A)                    (B)                                                       (E)
Oleh sebab itu, lemparan anak menyebabkan mangga jatuh.                                     
                             (C)                                                  (E)

Pola-pola seperti itu sesuai pula dengan metode agreement yang berbunyi sebagai berikut. Jika kedua kasus atau lebih dalam satu gejala mempunyai satu dan hanya satu kondisi yang dapat mengakibatkan sesuatu, kondisi itu dapat diterima sebagai penyebab sesuatu tersebut.
b.       Akibat-Sebab
Akibat sebab ini dapat kita lihat pada peristiwa seseorang yang pergi ke dokter. Ke dokter merupakan akibat dan sakit merupakan sebab, jadi mirip dengan entimen. Akan tetapi, dalam pernalaran jenis akbiat-sebab ini, peristiwa sebab merupakan simpulan.
c.        Akibat-Akibat
Akibat-akibat adalah suatu penalaran yang menyiratkan penyebabnya. Peristiwa “akibat” langsung disimpulkan pada suatu “akibat” yang lain. Contohnya adalah sebagai berikut.

Ketika pulang dari pasar, ibu sonya melihat tanah di halamannya becek. Ibu langsung meyimpulkan bahwa kain jemuran di belakang rumahnya pasti basah.[9]
Dalam kasus itu penyebabnya tidak ditampilkan, yaitu hari hujan. Pola itu dapat dilihat seperti berikut ini.
Hujan                  menyebabkan tanah becek
            (A)                               (B)
Hujan                  menyebabkan kain jemuran basah
(A)                                (C)
Dalam proses penalaran, “akibat-akibat”, peristiwa tanah becek (B) merupakan data, dan peristiwa kain jemuran basah (C) merupakan simpulan.
 Jadi karena tanah becek, pasti kain jemuran basah.
                 (B)                                    (C)
D.       Penalaran Deduktif
Penalaran deduktif bertolak dari sebuah konklusi atau simpulan yang di dapat dari satu atau lebih pernyataan yang lebih umum ( penalaran dari yang umum ke yang khusus)[10]. Simpulan yang diperoleh tidak mungkin lebih umum dari pada proposisi tempat menarik simpulan atau disebut premis.
Penarikan simpulan (konklusi) secara deduktif dapat dilakukan secara langsung dan dapat pula dilakukan secara tak langsung.
1. Menarik Simpulan secara Langsung
Simpulan (konklusi) secara langsung ditarik dari satu premis. Sebaliknya, konklusi yang ditarik dari dua premis disebut simpulan tak langsung.
Misalnya :
a.       Semua S adalah P. (premis)
Sebagian P adalah S. (simpulan)
      Contoh :
                  Semua ikan berdarah dingin. (premis)
                  Sebagian yang berdarah dingin adalah ikan. (simpulan)[11]
b.      Tidak satu pun S adalah P. (premis)
Tidak satu pun P adalah S. (simpulan)
      Contoh :
                  Tidak seekor nyamuk pun adalah lalat. (premis)
                  Tidak seekor lalat pun adalah nyamuk. (simpulan)
c.       Semua S adalah P. (premis)
Tidak satu pun S adalah tak-P. (simpulan)
      Contoh :
                  Semua rudal aalah senjata berbahaya. (premis)
Tidak satu pun rudal adalah senjata tidak berbahaya. (simpulan)

d.      Tidak satu pun S adalah P (premis)
Semua S adalahtak-P. (simpulan)
Contoh :
                  Tidak seekor pun harimau adalah singa. (premis)
                  Semua harimau adalah bukan singa. (simpulan)

e.       Semua S adalah P. (premis)
Tidak satu pun S adalahtak-P. (simpulan)
Tidak satu pun tak-P adalah S. (simpulan)
Contoh :
                  Semua gajah adalah berbelalai. (premis)
                  Tidak satu pun gajah adalah tak berbelalai. (simpulan)
                  Tidak satu pun yang tak berbelalai adalah gajah. (simpulan)

2.      Menarik Simpulan secara Tidak Langsung
Penalaran deduksi yang berupa penarikan simpulan secara tidak langsung memerlukan dua premis sebagai data. Dari dua premis ini akan dihasilkan sebuah simpulan. Premis yang pertama adalah premis yang bersifat umum dan premis yang kedua adalah premis yang bersifat khusus[12].
Untuk menarik simpulan secara tidak langsung ini, kita memerlukan suatu premis (pernyataan dasar) yang bersifat pengetahuan yang semua orang sudah tahu, umpamanya setiap manusia akan mati, semua ikan berdarah dingin, semua sarjana adalah lulusan perguruan tinggi, atau semua pohon kelapa berakar serabut.
Beberapa jenis penalaran deduksi dengan penarikan secara tidak langsung sebagai berikut.
a.       Silogisme Kategorial
Silogisme kategorial ialah silogisme yang terjadi dari tiga proposisi. Dua proposisi merupakan premis dan satu proposisi merupakan simpulan. Premis yang bersifat umum disebut premis mayor dan premis yang bersifat khusus disebut premis minor. Dalam simpulan terdapat subjek dan predikat. Subjek simpulan disebut term minor dan predikat simpulan disebut term mayor.
Contoh :
                                          Semua manusia bijaksana.
                                          Semua polisi adalah manusia.
                                          Jadi, semua polisi bijaksana.
Untuk menghasilkan simpulan harus ada term penengah sebagai penghubung antara premis mayor dan premis minor. Term penengah pada silogisme diatas adalah manusia. Term penengah hanya terdapat pada premis, tidak terdapat pada simpulan. Kalau term penengah tidak ada, simpulan tidak dapat diambil.
Contoh :
Semua manusia tidak bijaksana.
                              Semua kera bukan manusia.
                              Jadi, (tidak ada simpulan)[13].
Aturan umum silogisme kategoriala adalah sebagai berikut.
1)       Silogisme harus terdiri atas tiga term, yaitu term mayor, term minor, dan term penengah.
Contoh :
Semua atlet harus giat berlatih.
Xantipe adalah seorang atlet.
Xantipe harus giat berlatih.
Term mayor   =          Xantipe.
Term minor   =          harus giat berlatih.
Term menengah =     atlet.
Kalau lebih dari tiga term, simpulan akan menjadi salah.
Contoh :
Gambar itu menempel di dinding.
Dinding itu menempel di tiang.
Dalam premis ini terdapat empat term yaitu gambar, menempel di dinding, dan dinding menempel di tiang. Oleh sebab itu, di sini tidak dapat ditarik simpulan.
2)   Silogisme terdiri atas tiga proposisi, yaitu premis mayor, premis minor, dan simpulan.
3)  Dua premis yang negatif tidak dapat menghasilkan simpulan.
Contoh :
Semua semut bukan ulat.
Tidak seekor ulat pun adalah manusia.
4)  Bila salah satu premisnya negatif, simpulan pasti negatif.
Contoh :[14]     
Tidak seekor gajah pun adalah singa.
Semua gajah berbelalai
Jadi, tidak seekor singa pun berbelalai.
5)  Dari premis yang positif, akan dihasilkan simpulan yang positif.
Contoh :Silahkan anda buat penalaran itu.
6) Dari dua premis yang khusus tidak dapat ditarik satu simpulan.
Contoh :
Sebagian orang jujur adalah petani.
Sebagian pegawai negeri adalah orang jujur.
Jadi, . . . . (tidak ada simpulan)
7) Bila salah satu premisnya khusus, simpulan akan bersifat khusus.
Contoh :
Semua mahasiswa adalah lulusan SLTA.
Sebagian pemuda adalah mahasiswa.
Jadi, sebagian pemuda adalah lulusan SLTA.
8) Dari premis mayor yang khusus dan premis minor yang negatif tidak dapat ditarik satu simpulan.
Contoh :
Beberapa manusia adalah bijaksana.
Tidak seekor binatang pun adalah manusia.
Jadi, . . . . (tidak ada simpulan)

b.    Silogisme Hipotesis
Silogisme hipotesis adalah silogisme yang terdiri atas premis mayor yang berproposisi kondisional hipotesis[15].
Jika premis minornya membenarkan anteseden, simpulannya membenarkan konsekuen. Jika premis minornya menolakan teseden, simpulannya juga menolak konsekuen.
Contoh :
Jika besi dipanaskan, besi akan memuai.
Besi dipanaskan.
Jadi, besi memuai.
Jika besi tidak dipanaskan, besi tidak akan memuai.
Besi tidak dipanaskan.
Jadi, besi tidak akan memuai.
c.    Silogisme Alternatif
Silogisme alternatif adalah silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa proposisi alternatif. Kalau premis minornya membenarkan salah satu alternatif, simpulannya akan menolak alternatif yang lain.
Contoh :
Dia adalah seorang kiai atau professor.
Dia seorang kiai.
Jadi, dia bukan seorang professor.
Dia adalah seorang kiai atau professor.
Dia bukan seorang kiai.
Jadi, dia seorang professor.

d.    Entimen
Entimen yaitu silogisme yang dipendekkan.[16] Sebenarnya, silogisme ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam tulisan maupun dalam lisan. Akan tetapi, ada bentuk silogisme yang tidak mempunyai premis mayor karena premis mayor itu sudah diketahui secara umum. Yang dikemukakan hanya premis minor dan simpulan[17].
            Contoh :
                              Semua sarjana adalah orang cerdas.
                              Ali adalah seorang sarjana.
Jadi, Ali adalah orang cerdas.
Dari silogisme ini dapat ditarik satu entimen, yaitu “Ali adalah orang cerdas karena dia adalah seorang sarjana”.

Beberapa contoh entimen :
Dia menerima hadiah pertama karena dia telah menang dalam sayembara itu.

Dengan demikian, silogisme dapat dijadikan entimen. Sebaliknya, sebuah entimen juga dapat diubah menjadi silogisme.





[1] ) Mahmudah Fitriyah Z.A dan Hindun, Bahasa Indonesia Budayaku, (Depok: Nufa Citra Mandiri, cet. Ke-2, 2004), hlm. 140
[2] )Zeaenal Arifin dan S. Amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia untuk Pergururan Tinggi, (Jakarta: Akademika Pressindo, cet. Ke-7, 2004), hlm.137
[3] ) ibid, hlm,138

[4] ) ibid,hlm,139
[5] ) ibid,hlm,140
[6]) ibid, hlm, 150
[7]) ibid, hlm, 151
[8] ) ibid, hlm, 152
[9] ) ibid, hlm, 153
[10] ) Alek. A. & H. Achmad H.P, Bahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi, ( Jakarta: Kencana Prenada Media Grouop, 2010 Cet-1) hlm. 196.
[11]) Zeaenal Arifin dan S. Amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia untuk Pergururan Tinggi, (Jakarta: Akademika Pressindo, cet. Ke-7, 2004), hlm.144
[12] ) ibid, hlm, 145
[13] ) ibid, hlm, 146
[14] ) ibid, hlm, 147
[15]) ibid, hlm,148
[16] ) Okki Prasetio, Penalaran Deduktif, (http://okkiprasetio.blogspot.com/2011/03/penalaran-deduktif/, accessed on November 16, 2013)
[17] ) op.cid, hlm.149

0 komentar:

Posting Komentar