RSS

Penerapan Sosiologi dan Antropologi Pendidikan dalam Mengatasi Penyimpangan Seksual

Penerapan Sosiologi dan Antropologi Pendidikan dalam Mengatasi Penyimpangan Seksual
Makalah ini dibuat dan diajukan dalam memenuhi tugas Ujian Tengah Semester pada mata kuliah Sosiologi dan Antropologi Pendidikan

Dosen Pengampu :
Cut Dhien Nourwahida, MA.
                                                                  



Penyusun :
Riska Hardiani

Semester II
Kependidikan Islam - Manajemen Pendidikan
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
                                  Jakarta                                 
2014

      A.    Latar Belakang Penulisan
Di era globalisasi dan informasi ini, sulit bagi seseorang membendung informasi dari berbagai penjuru, termasuk informasi seputar seks. Di tengah-tengah era informasi, gelombang pornografis dan pergaulan bebas menjadi gejala trend di abad modern. Pergaulan dan penyimpangan seks yang sudah banyak dilakukan tentunya sangat mencemaskan.
Penyimpangan seksual merupakanperbuatan tercela, diharamkan agama, dan merusak norma-norma sosial serta menimbulkan berbagai penyakit kelamin. Namun fenomena dimasyarakat masih banyak perbuatan atau peristiwa penyimpangan seks yang terjadi.[1]
Fenomena dari adanya masyarakat modern atau modernisasi yang terjadi di masyarakat adalah longgarnya ikatan kekeluargaan dan kecenderungan hidup masyarakat yang serba membolehkan. Faktor inilah yang menimbulkan terjadinya pergeseran nilai, moral, etika, dan agama yang salah satu dampaknya adalah adanya perilaku seksual yang menyimpang.
Maka dari itu di dalam makalah ini akan dibahas mengenai bagaimana “Penerapan Sosiologi dan Antropologi Pendidikan dalam mengatasi Penyimpangan Seksual”.

     B.     Pengertian Penyimpangan Seksual
Penyimpangan seksual terdiri atas dua suku kata yaitu penyimpangan dan seksual. Penyimpangan berasal dari kata “simpang” yang memiliki empat pengertian. Pertama, berarti proses, cara perbuatan yang menyimpang atau menyimpangkan. Kedua, membelok menempuh jalan yang lain. Ketiga, tidak menurut apa yang sudah ditentukan, tidak sesuai dengan rencana. Keempat, menyalahi kebiasaan, menyeleweng dari hukum, kebenaran dan agama.[2]
Kata “seksual” mempunyai dua pengertian. Pertama, berarti menyinggung hal reproduksi atau perkembangan lewat penyatuan dua individu yang berbeda yang masing-masing menghasilkan sebutir telur dan sperma. Kedua, secara umum berarti menyinggung tingkah laku, perasaan atau emosi yang berasosiasi dengan perangsangan alat kelamin, daerah-daerah erogenous, stsu dengan proses perkembangbiakan.[3]
Jadi dapat disimpulkan bahwa penyimpangan seksual merupakan salah satu bentuk perilaku menyimpang dan melanggar norma-norma dalam kehidupan masyarakat. Penyimpangan seksual adalah aktivitas seksual yang ditempuh seseorang untuk mendapatkan kenikmatan seksual yang tidak sewajarnya.

     C.    Bentuk-Bentuk Penyimpangan Seksual
Bentuk-bentuk penyimpangan seksual antara lain, sebagai berikut:
1.      Homoseksual
Homoseksual yaitu perilaku seksual yang cenderung tertarik pada seseorang yang berjenis kelamin sama atau sejenis. Pria yang melakukan tindakan seksual demikian disebut homoseks atau gay, sedangkan lesbian adalah sebutan bagi wanita yang berbuat perilaku serupa.
2.      Transeksual
Transeksual yaitu perilaku seseorang yang cenderung merubah karakteristik seksualnya. Hal tersebut menyangkut konflik batiniyah mengenai identitas diri yang bertentangan dengan identitas sosial. Contohnya, seorang laki-laki yang ingin menjadi perempuan, demikian sebaliknya. Biasnaya perilaku seksual ini lebih disebabkan oleh pengaruh lingkungan sosial seperti orang sekitar atau pola pergaulannya.
3.      Sadomasokisme
Sadomasokisme terdiri dari dua kata yaitu sadisme dan masokisme. Sadisme yaitu kepuasan seksual yang diperoleh bila mereka melakukan hubungan seksual dengan terlebih dahulu menyakiti atau menyiksa pasangannya, sedangkan masokisme merupakan kebalikan dari sadisme, yaitu seseorang sengaja mmembiarkan dirinya disakiti atau disiksa untuk memperoleh kepuasan seksual.
4.      Ekshibisme
Ekshibisme yaitu perilaku seksual yang memperoleh kepuasan seksual dengan cara memperlihatkan alat kelaminnya kepada orang lain sesuai dengan kehendaknya. Bila korban terkejut, jijik, dan menjerit ketakutan, maka ia akan semakin terangsang. Kondisi tersebut sering terjadi pada pria.
5.      Voyeurisme
Voyeurisme adalah perilaku seksual yang memperoleh kepuasan seksual dengan cara mengintip atau melihat orang lain yang sedang telanjang, mandi, bahkan berhubungan seksual. Setelah mengintip ia tidak melakukan tindakan lebih lanjut dari yang diintipnya.[4]
6.      Fetishisme
Fetishisme adalah perilaku seksual yang disalurkan melalui bermasturbasi dengan BH (Breast Holder), celana dalam, kaos kaki, atau benda lain yang meningkatkan hasrat atau dorongan seksualnya. Namun, ada juga yang meminta pasangannya untuk mengenakan benda-benda favoritnya, kemudian melakukan hubungan seksual yang sebenarnya dengan pasangan tersebut.[5]
7.      Pedophilia / Pedophil / Pedofilia / Pedofil
Pedofilia adalah pemuasan seksual dengan anak dibawah umur yang menjadi objeknya, baik sejenis (pedophilia homseksual), ataupun yang berbeda jenis (pedophilia heteroseksual)
8.      Transvestitisme
Transvestitisme adalah abnormalitas seksual pada laki-laki heteroseksual dalam memperoleh kepuasan seksual dengan memakai pakaian wanita.[6]
9.      Bestially
Bestially adalah manusia yang suka melakukan hubungan seks dengan binatang seperti kambing, kerbau, sapi, kuda, ayam, bebek, anjing, kucing, dan lain sebagainya.
10.  Necrophilia/Necrofil
Adalah orang yang suka melakukan hubungan seks dengan orang yang sudah menjadi mayat / orang mati.
11.  Sodomi
Sodomi adalah pria yang suka berhubungan seks melalui dubur pasangan seks baik pasangan sesama jenis (homo) maupun dengan pasangan perempuan
12.  Frotteurisme/Frotteuris
Yaitu suatu bentuk kelainan sexual di mana seseorang laki-laki mendapatkan kepuasan seks dengan jalan menggesek-gesek / menggosok-gosok alat kelaminnya ke tubuh perempuan di tempat publik / umum seperti di kereta, pesawat, bis, dll.
13.  Gerontopilia
adalah suatu perilaku penyimpangan seksual dimana sang pelaku jatuh cinta dan mencari kepuasan seksual kepada orang yang sudah berusia lanjut (nenek-nenek atau kakek-kakek).[7]

     D.    Faktor-Faktor Penyebab Penyimpangan Seksual
Kartini Kartono menyebutkan ada dua factor yang menyebabkan penyimpangan seks, yaitu:
1.      Factor instrinsik
Yaitu factor-faktor herediter atau keturunan berupa predisposisi (kecenderungan khusus yang mengarah kepada suatu keadaan) dan konstitusi jasmaniah dari mentalnya.
2.      Factor ekstrinsik
Yaitu factor yang mencakup adanya kerusakan-kerusakan psikis dan fisik disebabkan oleh pengaruh-pengaruh dari luar, atau oleh adanya interaksi pengalaman dengan lingkungan yang traumatis sifatnya.[8]


Sedangkan menurut Ma’ruh Asrori disebabkan oleh dua factor yaitu:
1.      Factor endogen (dari dalam), yakni lemahnya iman dan intelegensinya tidak dapat mengendalikan hawa nafsu.
2.      Factor eksogen, yakni datang dari hampir setiap aspek kehidupan modern yang tumbuh dan berkembang tidak atas dasar konsep agama. Misalnya trend mode, make up, pergaulan bebas, film dan bacaan porno, panti pijat, klub malam, bar, dan lain-lain.[9]

Atau ada beberapa sebab dan faktor–faktor yang menyebabkan terjadinya penyimpangan seksual, yaitu dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a.       Pengaruh lingkungan keluarga.
Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang memberikan
pondasi primer bagi perkembangan anak. Perilaku menyimpang
bukan merupakan peristiwa heriditer, bukan merupakan warisan bawaan
sejak lahir, banyak bukti menyatakan bahwa tingkah laku asusila
dan kriminal orang tua serta anggota keluarga lainnya memberikan
dampak menular dan infeksius pada jiwa anak–anak.
Keluarga merupakan sumber utama atau lingkungan yang
utama penyebab kenakalan remaja yang berupa penyimpangan seksual
pada remaja. Hal ini disebabkan karena anak itu hidup dan
berkembang permulaan sekali dari pergaulan keluarga yaitu hubungan
anak dengan anggota keluarga lain yang tinggal bersama–sama.
Kualitas rumah tangga atau kehidupan keluarga jelas
memainkan peranan paling besar dalam membentuk kepribadian
remaja delinkuen. Baik buruknya struktur keluarga memberikan
dampak baik dan buruknya perkembangan jiwa dan jasmani anak,
faktor keluarga yang menyebabkan penyimpangan seksual pada
remaja. Penyebab timbulnya penyimpangan seksual remaja antara lain
adalah kurangnya pengetahuan dan pengertian orang tua tentang cara
pendidikan yang baik, banyak orang tua yang tidak memahami agama
yang dianutnya apalagi mengamalkannya. Sehingga ajaran agama
Islam itu praktis tidak dilaksanakan dalam kehidupan keluarganya.

a.       Penyebab Lingkungan di Sekolah.
Kondisi sekolah yang tidak menguntungkan juga
mempengaruhi terjadinya penyimpangan seksual . Kondisi tersebut
antara lain minimnya fasilitas ruang belajar sedangkan jumlah
muridnya banyak sehingga mereka harus berdesak – desakan duduk di
dalam kelas. Selanjutnya mereka harus mendengarkan pelajaran yang
tidak menarik minatnya karena sikap gurunya yang tidak simpatik dan
tidak menguasai metode pendidikan, sehingga anak–anak tidak
bergairah dalam belajar, selain itu adanya guru yang suka mengobyek
di luar sekolah, menyebabkan guru sering absent, menjadi suka
membolos, sering berkeliaran di pertokoan atau mall tanpa
pengawasan atau mengganggu murid lainnya yang sedang belajar.
Kurikulum selalu berubah–ubah tidak menentu, materi
pelajaran selalu ketinggalan zaman dan tidak sesuai dengan operasi
anak muda masa sekarang, anak merasa sangat dibatasi gerak–
geriknya dan merasa tertekan batinnya, kurang sekali kesempatan yang
diberikan oleh sekolah untuk melakukan ekspresi bebas, baik yang
bersifat fisik maupun psikis.
Sebagai akibatnya, anak jadi ikut–ikutan tidak mematuhi
semua aturan, ingin jadi bebas liar, mau berbuat semaunya sendiri,
menjadi agresif. Juga suka melakukan perbuatan yang tidak sesuai
dengan norma sosial di luar sekolah untuk melampiaskan kedongkolan
dan frustasinya. 
Berdasarkan uraian diatas, maka jelaslah bahwa betapa berat
pengaruh pendidikan sekolah dalam membentuk akhlak remaja baik
dalam kehidupan materi maupun kehidupan iman, etika dan spiritual
mereka.

b.      Pengaruh Lingkungan Masyarakat.
Semakin dewasa anak semakin banyak kesempatan mereka
bergaul dilingkungan masyarakat. Lingkungan sekitarnya tidak selalu
baik dan menguntungkan bagi pendidikan dalam perkembangan anak.
Lingkungan adakalanya dihuni oleh orang dewasa, serta anak–anak
muda kriminal dan anti sosial, yang bisa merangsang timbulnya reaksi
adolesens yang masih labil jiwanya, dengan begitu anak–anak remaja
ini mudah terjangkit oleh para kriminal dan asusila dan anti sosial tadi. 
Kelompok orang dewasa dan asusila tersebut biasanya terdiri
atas gelandangan, tidak punya rumah dan pekerjaan yang tetap, malas
bekerja namun berambisi besar untuk hidup mewah dan bersenang–
senang.
Pola-pola asusila ini sangat mudah menjalar pada remaja yang
tidak mempunyai motivasi untuk belajar dan meningkatkan
kepribadiannya, sehingga mereka lebih bergairah untuk melakukan
eksperimen dalam dunia hitam yang dianggap penuh misteri namun
sangat menarik keremajaan mereka.
a.      Bila dianalisa lebih jauh ada beberapa faktor yang
mempengarui dan menentukan terjadinya kenakalan remaja, penyebab
kenakalan remaja pada dasarnya berasal dari dalam diri manusia itu
dan pengaruh lingkungan luar dirinya, diantaranya adalah :
Yang berasal dari remaja seperti kemungkinan tidak beriman atau
masih lemah imannya. Kurang tertanam jiwa beragama dan
aktivitasnya tidak tersalurkan, tidak mampu mengendalikan
dorongan hawa nafsunya dan gagal keinginan atau prestasi yang
diharapkan.
b.      Yang berasal dari pengaruh lingkungan (pengaruh luar) seperti
pengaruh–pengaruh lingkungan keluarga, pengaruh pergaulan di
sekolah dan pengaruh lingkungan pergaulan masyarakat, pengaruh
modernisasi.
c.       Akibat merosotnya akhlak, krisis keimanan[10]

     E.     Contoh Kasus Penyimpangan Seksual (Pedophilia)


Seorang guru mengaji di Desa Wanaherang, Kecamatan Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat, Nana Suryana, 44 tahun, diringkus Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Sektor Gunung Putri. Pria paruh baya ini harus mendekam di penjara karena diduga telah mencabuli 13 anak gadis dibawah umur, yang menjadi muridnya.
Menurut Kepala Satuan Resese Kriminal Kepolisian Resor Bogor, Ajun Komisaris Imron Ermawan, pelaku melakukan perbuatan tidak terpuji tersebut di kamar anaknya di Kampung Wanaherang Pasar, Desa Wana Herang, Kecamatan Gunung Putri.
Saat diciduk dari rumahnya, Nana yang juga karyawan perusahaan swasta tak bisa berkutik. Pelaku pasrah dan mengakui semua perbuatan bejatnya. Bahkan, seorang korban yang kini duduk di kelas 3 sekolah menengah atas masih dipaksa melayani nafsu binatangnya. Padahal, korban sudah dicabulinya sejak berusia 8 tahun.
Semua korban yang berjumlah 13 orang, Imron menjelaskan, rata-rata berusia antara 7-9 tahun. Usai mengaji anak yang mau dicabuli selalu diajak pulang terakhir. Korban ditarik kedalam kamar anaknya. “Setelah dicabuli, pelaku memberi korban uang sebesar Rp 2.000,” kata Imron di kantornya, Sabtu, 25 Agustus 2012.
Terungkapnya perbuatan cabul guru mengaji bejat ini bermula dari laporan salah seorang keluarga korban, sebut saja namanya Bunga,9 tahun. Ibu korban, Ir, 39 tahun, tanpa sengaja mendengar ungkapan anak bungsunya yang sedang bertengkar dengan kakaknya, Bunga.
Ir berusaha melerai pertikaian antara kakak dan adik itu. Rupanya, tindakan ibu kedua anak gadis tersebut dinilai tidak adil. Sang adik jengkel karena ibunya dinilai selalu membela Bunga. “Nah adiknya ini lalu mengatakan ”kenapa kemarin kakak ditiduri guru ngaji ibu diam.” Dari sini ibu Bunga lalu lapor dan pelaku kami tangkap,” kata Imron.
Keluarga korban membuat laporan polisi pada tanggal 22 Agustus 2012 lalu. Polisi langsung bergerak dan meringkus pelaku di rumahnya. Sementara korban melakukan visum karena mengaku telah digagahi guru mengajinya. “Alat vital pelaku masuk kedalam alat vital korban,” ujar Imron.
Kepada petugas, pelaku yang sudah beristri dan punya tiga anak itu mengaku puas jika berhasil mencabuli anak didiknya. Perbuatan terkutuk yang sudah berlangsung bertahun-tahun itu dilakukan Nana ketika anak dan istrinya tak ada di rumah. Korbannya digagahi secara bergiliran. Para anak gadis ini tak berani melapor karena takut dengan ancaman sang guru.
“Saya merasa kenikmatan lain usai berhubungan dengan anak-anak. Ada satu anak yang sekarang sudah kelas 3 SMA, masih suka saya setubuhi,” kata pelaku kepada penyidik. Atas perbuatannya, pelaku dijerat Pasal 81 dan 82 UU-RI nomor 15 pidana penjara 15 tahun.
F.     Analisis Kasus
Kasus diatas adalah salah satu contoh kasus penyimpangan seksual pedophilia. Pedophilia merupakan salah satu bentuk penyimpangan seksual yang menjadikan anak-anak dibawah umur sebagai objek bagi pemuasan seksual si pelaku. Pelaku pedophilia (pedophil), menjerat korbannya (anak-anak) dengan cara memaksa, merayu, mengancam, ataupun memberi imbalan, sehingga pelaku dapat melakukan hubungan seks dengan anak.
Seperti pada kasus di atas si pelaku memberikan uang sejumlah Rp. 2.000 kepada anak yang sudah menjadi korban pemenuhan nafsu bejat si pelaku. Anak yang menjadi sasaran pencabulannya selalu diajak pulang paling terakhir dan lalu anak tersebut dipaksa masuk ke dalam kamar dan mulai lah si pelaku beraksi untuk menjadikan anak tersebut ssebagai objek penyaluran nafsu birahinya. Si pelaku merasa puas setelah mencabuli peserta didiknya tersebut.
Masyarakat dihadapkan dengan masalah yang besar, sebab pedophilia sulit untuk diungkap karena korban kurang berani mengungkapkannya dan memiliki rasa takut karena diancam oleh si pelaku, dan pedophilia masih dianggap tabu dan aib jika diungkapkan, sehingga akan lebih baik jika masyarakat dapat mencegah dan mengantisipasinya.
Pada kasus di atas si pelaku sudah melakukan perbuatan keji ini selama bertahun-tahun lamanya ketika sang istri dan anak-anaknya tidak berada dirumah. Ini sungguh memilukan, pelaku yang berlatar belakang sebagai guru ngaji bisa melakukan perbuatan keji seperti ini. Guru ngaji yang seharusnya memberikan contoh kepada murid-muridnya tentang bagaimana menjadi umat Islam yang baik dan menuntun semua murid-muridnya agar menjadi orang yang senantiasa taat beragama, tetapi justru malah melakukan perbuatan yang sangat teramat keji demi untuk memuaskan nafsu bejatnya tersebut.
Walaupun kasus pedophilia di Indonesia tidak sebesar kasus pedophilia yang terjadi di negara maju, tetapi kasus pedophilia yang terjadi sangat menghawatirkan, yaitu dengan semakin bertambahnya jumlah kasus yang terjadi setiap tahun. Ada beberapa hal yang mungkin menjadi penyebab kasus pedophilia marak terjadi yaitu :
a.       Kondisi lingkungan ekonomi Indonesia yang kurang kondusif
b.      Kondisi lingkungan keagamaan yang buruk, yaitu mulai pudarnya nilai-nilai keagamaan dalam setiap individu. Dan seperti pada kasus diatas yang berkedok “guru ngaji” tetapi justru malah pelaku pedhopilia.
c.       Adanya pengaruh adat timur di Indonesia (sosial-budaya), dimana tindak pedophilia masih dianggap tabu jika diungkap, sehingga kebanyakan masyarakat memilih menyimpannya rapat-rapat dibanding mengungkapkannya ke pihak berwajib.
d.      Kurangnya pemahaman masyarakat tentang perilaku menimpang pedophilia, sehingga kurang tercipta tindakan pencegahan pedophilia dalam masyarakat.
e.       Adanya sistem kekerabatan yang erat di masyarakat Indonesia yang memudahkan seorang pedophil masuk ke lingkungan pribadi masyarakat.
f.       Kurangnya peran media massa dalam pemberitaan (sosialisasi) kepada masyarakat mengenai pedophilia.
Perilaku menyimpang pada kasus ini menurut sosiologi merupakan penyimpangan sekunder yaitu penyimpangan yang perbuatannya sudah tidak bisa lagi ditolerir oleh masyarakat. Penyimpangan seksual pada kasus ini mungkin disebabkan karena sebagai akibat dari proses sosialisasi yang tidak sempurna, karena ketidaksanggupan menyerap norma-norma kebudayaan ke dalam kepribadiannya, seorang individu tidak mampu membedakan perilaku yang pantas dan yang tidak pantas. Ini terjadi karena seseorang menjalani proses sosialisasi yang tidak sempurna dimana agen-agen sosialisasi tidak mampu menjalankan peran dan fungsinya dengan baik.
Jika di analysis dengan teori penyimpangan yaitu dengan teori labeling maka kita dapat menganalsis kasus ini berdasarkan beberapa hal, yaitu:
a.       Dlihat dari macam labeling, melakukan pendekatan dengan “melihat bagaimana dan mengapa bisa memperoleh cap atau label “
·         Masyarakat memberikan label atau cap buruk bagi seorang pelaku pedophilia, karena mereka secara jelas melakukan penyimpangan seksual yaitu dengan menjadikan anak-anak sebagai objek pemuasan nafsu bejat si pelaku. Maka sangat wajar bila masyarakat akan melakukan pelabelan bagi mereka yang berperilaku menyimpang (pedhopil).
b.      Dilihat dari asumsi dasar teori labeling menurut Schrag, pada point “tindakan penangkapan merupakan awal dari proses labeling”
·         Penangkapan Nana Suryana oleh Kepolisian Resor Bogor tentu akan mengundang perhatian masyarakat. Hal ini pasti akan mengakibatkan banyak orang yang mengetahui bahwa Nana telah melakukan penyimpangan seksual yaitu pedhophilia. Penangkapan yang dilakukan oleh pihak Kepolisian tentu akan menimbulkan asumsi public bahwa Nana adalah seorang penderita pedhopilia, dan cap itu akan melekat pada dirinya sampai dia keluar dari penjara.

     G.    Penerapan Sosiologi dan Antropologi Pendidikan dalam Mengatasi Penyimpangan Seksual.
Penerapan sosiologi pendidikan dalam mengatasi penyimpangan seksual mungkin dengan adanya pengendalian social. Metode-metode pengendalian social yang dipakai dalam mengatasi penyimpangan seksual adalah dengan metode preventif dan metode represif. Metode preventif lebih sulit dilakukan karena harus benar-benar didasarkan pada penelitian yang sangat mendalam tentang sebab-sebab terjadinya masalah sosial, sedangkan metode represif dilakukan setelah suatu gejala dapat dipastikan sebagai masalah sosial barulah diambil tindakan-tindakan untuk mengatasi masalah sosial itu. Dalam mengatasi penyimpangan seksual diperlukan suatu kerja sama lintas ilmu pengetahuan masyarakat bukan dari aspek sosiologis saja.
a.       Pengendalian Sosial dengan metode preventif (sebelum terjadi penyimpangan) :
                                             1)      Diadakannya penyuluhan kepada masyarakat tentang tindakan-tindakan penyimpangan seksual sehingga terciptanya tindakan pencegahan penyimpangan seksual dalam masyarakat.
                                             2)      Diperbanyak lagi peran media massa dalam pemberitaan atau sosialisasi kepada masyarakat mengenai berbagai tindak penyimpangan seksual
                                             3)      Diadakannya pendidikan seks, pendidikan seks dimaksudkan sebagai suatu proses yang seharusnya terus menerus dilakukan sejak anak masih kecil. Pendidikan seks harus dilakukan secara bertahap. Pada permulaan pendidikan seks anak diberikan sex information dengan cara diberikan penjelasan-penjelasan seksual yan sederhana dan informative. Hal yang ingin dicapai dengan diadakannya pendidikan seks adalah supaya anak ketika sampai pada usia remaja telah mempunyai sikap yang tepat dan wajar terhadap seks.
                                             4)      Ikut berperan sertanya orang tua dalam semua kegiatan anak, maksudnya disini orang tua ikut memantau semua kegiatan anak, memantau disini bukan berarti membatasi ruang lingkup atau gerak-gerik anak tetapi lebih kepada pengawasan, karena orangtua memegang peranan yang sangat penting atas kepribadian anak di masa mendatang, termasuk terjadinya penyimpangan perilaku seksual.
                                             5)      Lebih ditanamkannya pendidikan agama kepada anak, kurang ditanamkannnya pendidikan agama juga bisa menjadi salah satu penyebab terjadinya penyimpangan seksual. Pendidikan agama dapat memberikan penguatan tersendiri untuk bertindak dan bertingkah laku sesuai dengan kaidah-kaidah Islam yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Pendidikan agama dapat memberikan benteng tersendiri agar tidak terjadinya perilaku menyimpang, terutama perilaku menyimpang seksual.

b.      Pengendalian social dengan metode represif (sesudah terjadi penyimpangan):
                                             1)      Memberikan sanksi pidana seberat mungkin kepada si pelaku penyimpangan seksual.
                                             2)      Melakukan psikoterapi kepada si pelaku dan terapi secara individual bisa dengan pemberian sanksi-sanksi atau hukuman yang bisa memberikan efek jera dan penyembuhannya bukan hanya bagi pelaku penyimpangan seksual saja tetapi juga harus dilakukan kepada komunitas masyarakat sekitar, terapi yang dilakukan bagi komunitas bisa berupa penentuan kebijakan-kebijakan tentang hal penyimpangan seksual.
                                             3)      Melakukan rehabilitasi bagi pelaku agar si pelaku bisa sembuh dan kembali normal.
Penerapan Antropologi Pendidikan dalam mengatasi masalah penyimpangan social adalah dengan cara menerapkan pendekatan teori antropologi pendidikan yang bersumber dari antropologi budaya yang ditujukan bagi perubahan social budaya. Selain perubahan sosial, terjadi pula perubahan budaya. Kelompok teori memandang perubahan budaya dibagi dalam tiga kategori, yaitu fungsional, evolusioner dan sejarah. Disini ada kaitannya dengan kategori fungsional yaitu memandang bahwa kebudayaan dengan bagian-bagiannya memiliki fungsi. Hubungan antar bagian itu yang membentuk keteraturan.
Apabila salah satu tidak berfungsi, maka akan melahirkan disfungsi sehingga akan mengganggu fungsi kebudayaan yang pada dasarnya menciptakan keteraturan suatu masyarakat. Penyimpangan seksual itu disebabkan ketidakseimbangan antara bagian-bagian yang memiliki fungsi sehingga tidak membentuk keteraturan. Maka dari itu penerapannya adalah dengan membentuk keteraturan diantara bagian-bagian tersebut.

    H.    Kesimpulan
Kesimpulannya untuk menyikapi masalah-masalah penyimpangan seksual seperti dalam contoh kasus tersebut, kita semua dituntut untuk memiliki ketahanan mental agar tidak mudah tergoda untuk melakukan hal-hal yang tidak sewajarnya sehingga akhirnya menjadi menyimpang. Untuk memperoleh ketahanan mental tersebut kita sudah diberikan acuan dan pedoman berupa norma-norma agama, norma etika maupun norma sosial. Oleh sebab itu berperilakulah yang normatif dalam arti bertingkahlaku mengikuti norma agama, norma etika dan norma sosial yang berlaku. Dalam hal ini sosiologi dan antropologi pendidikan ikut mengambil peran dalam mengatasi masalah penyimpangan seksual dengan cara melakukan pengendalian social dengan metode represif dan preventif serta dengan menggunakan pendekatan teori antropologi pendidikan yang bersumber dari antropologi budaya yang ditujukan bagi perubahan social budaya.










I.       Daftar Pustaka
Chapln, J.P. Kamus Lengkap biologi, terjemahan. Kartini Kartono. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada. 2004.

Kartono, Kartini. Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual. Bandung:
Mandar Maju. 2007

Kartono, Kartini. PsIkologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual. Bandung:
Mandar Maju. 1989.

Moti, Alu. Sebab Terjadinya Penyimpangan Seksual.

Pratikto, Nauval Tama. Pengetahuan: Penyimpangan Seksual. (http://nauval-tama.blogspot.com/2012/11/pengetahuan-penyimpangan-seksual.html, accessed on May 3, 2014 14:35)

Pusat Pembinaan Bahasa, Tim Penyusun Kamus. kamus besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 1995.

Sunaryo. Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC, 2004

Tim Sosiologi. Sosiologi 1 (Suatu Kajian Kehidupan Masyarakat). (akarta:
Yudhistira. 2007.


[1] Kartini Kartono, Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual, (Bandung: Mandar Maju, 2007), hlm. 227
[2] Tim Penyusun Kamus, Pusat Pembinaan Bahasa, kamus besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), hlm. 488
[3] J.P. Chaplin, Kamus Lengkap biologi, terjemahan. Kartini Kartono, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), cet. ke-9, hlm. 460
[4] Tim Sosiologi, Sosiologi 1 (Suatu Kajian Kehidupan Masyarakat), (Jakarta: Yudhistira, 2007), hlm. 109
[5] Ibid. hlm. 110
[6] Sunaryo, Psikologi untuk Keperawatan, (Jakarta: EGC, 2004), hlm. 244
[7] Nauval Tama Pratikto, Pengetahuan: Penyimpangan Seksual, (http://nauval-tama.blogspot.com/2012/11/pengetahuan-penyimpangan-seksual.html, accessed on May 3, 2014 14:35)
[8] Kartini Kartono, PsIkologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual, (Bandung: Mandar Maju, 1989), hlm. 252
[9] Ma’ruf Asrori dan Anang Zamroni, Bimbingan Seka Islam, (Surabaya: Pustaka Anda, 1997), cet. ke-1, hlm. 213
[10] Alu Moti, Sebab Terjadinya Penyimpangan Seksual, (http://yumoti28.blogspot.com/2013/01/sebab-terjadinya-penyimpangan-seksual.html accessed on May 4, 2014 01:19)

0 komentar:

Posting Komentar